Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Setya Novanto resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP Elektronik oleh KPK.

"Benar, Setya Novanto mendaftarkan praperadilan pada 4 September 2017," kata Humas PN Jaksel Made Sutrisna saat dikonfirmasi melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa.

Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017 dengan sangkaan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP karena diduga mengakibatkan kerugian negara senilai Rp2,3 triliun dari total nilai proyek sebesar Rp5,9 triliun.

"Hakim yang akan mengadili Chepy Iskandar," tambah Made.

Tapi ia mengaku belum ada jadwal penetapan sidang perdana gugatan praperadilan tersebut.

"Belum ditetapkan hari sidangnya," ungkap Made.

Penetapan jadwal sidang dilakukan bila hakim sudah mendapatkan berkas gugatan tersebut.

"Biasanya penetapan sidang selang seminggu, tapi sekarang berkas juga belum sampai ke tangan hakim," tambah Made.

Dalam perkara KTP-e, Setya Novanto saat menjadi ketua fraksi Partai Golkar 2010-2012, diduga melalui pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong berperan dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa KTP-e. Setnov melalui Andi diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa KTP-e.

Dalam perkara ini sudah ada dua orang yang dijatuhi vonis namun berkekuatan hukum tetap yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman yang divonis 7 tahun penjara dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto divonis 5 tahun penjara. KPK masih mengajukan banding terhadap putusan keduanya.

Selanjutnya ada sejumlah orang yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Andi Agustinus dan Setya Novanto. Sementara Markus Nari sebagai anggota DPR periode 2014-2019 ditetapkan sebagai tersangka dugaan dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa atau pun para saksi dalam perkara tindak pidana korupsi.

Satu orang yang masih menjalani sidang terkait dengan perkara ini adalah anggota DPR dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani yang didakwa memberikan keterangan yang tidak benar dengan sengaja memberikan keterangan dengan cara mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam BAP penyidikan dalam kasus korupsi KTP-e.