Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR RI Mukhammad Misbakhun mengusulkan agar Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dapat mengubah strategi pengelolaan utang negara sehingga menjadi jelas.

"Saya belum melihat strategi pengelolaan utang Pemerintah, yaknistrategi mengelola APBN. Saya harapkan Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani dapat menjelaskan lebih detail seperti apa strateginya," kata
Mukhammad Misbakhun usai rapat kerja antara Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.

Rapat kerja antara Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, membahas agenda evaluasi utang negara.

Pada rapat kerja tersebut, Sri Mulyani menjelaskan utang Pemerintah sebesar Rp3.706,52 triliun pada akhir Juni 2017 atau meningkat Rp34,9 triliun dari bulan sebelumnya. dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam APBN Perubahan 2017 sebesar Rp3.717 triliun, maka rasio utang Pemerintah hingga Juni 2017 sebesar 27,02 persen dari PDB.

Hingga akhir tahun 2017, Pemerintah menargetkan rasio utang Pemerintah pusat sebesar 28,1 persen terhadap PDB.

Sementara itu, batas aman utang Pemerintah yang diperbolehkan sebesar 60 persen dari PDB, seperti diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Menurut Misbakhun, Indonesia tidak dapat membandingkan utang negara Indonesia dengan Jepang atau negara maju lainnya.

"Masih ada risiko sangat besar meskipun porsi SUN (surat utang negara) yang dimiliki oleh investor dalam negeri sebesar 62 persen. Pasalnya, utang negara hanya dibandingkan oleh Menteri Keuangan dengan negara-negara G20," katanya.

Misbakhun mempertanyakan, kenapa parameternya hanya PDB, padahal aset negara dan cadangan devisa dengan negara-negara tersebut berbeda. Jepang dan Amerika, kata dia, tidak bicara lagi mengenai PDB, tapi Gross National Product (GNP).

"Barulah kita berbicara mengenai quality pembangunan ekonomi. Jadi pembandingannya tidak sesuai," kata Misbakhun.

Politisi Partai Golkar ini mengingatkan, meskipun Indonesia sudah memiliki "investment grade" dari lembaga pemeringkat internasional, bukan berarti membuat ekonomi dan utang negara menjadi baik.

Mengenai "investment grade", menurut Misbakhun, walaupun Indonesia mau memberikan yield yang tinggi, tapi masih dipandang oleh para pemegang SUN dalam posisi tawar yang lebih lemah.

Misbakhun juga mengingatkan Menteri Keuangan, pada sisa masa pemerintahan saat ini, agar lebih hati-hati dan produktif dalam mengelola utang negara.

(T.R024/I007)