KKP ingin tiap pelabuhan sediakan solar nelayan
30 Agustus 2017 14:42 WIB
Sejumlah nelayan berada diatas kapalnya saat bersandar di TPI Muarareja, Tegal, Jawa Tengah, Minggu (19/3/2017). (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menginginkan seluruh pelabuhan di berbagai daerah memiliki ketersediaan solar bagi nelayan yang akan menangkap ikan di lautan.
"Saya dorong semua pelabuhan punya SPDN (Solar Pack Dealer untuk Nelayan)," kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, meski BBM merupakan kebutuhan penting bagi nelayan, tetapi diketahui pula ada permasalahan distribusi sehingga nelayan juga mengalami persoalan ketersediaan sehingga berdampak harga BBM yang juga menjadi semakin mahal.
Ia berpendapat bahwa akibatnya, sebenarnya yang lebih perlu diperhatikan adalah faktor ketersediaan BBM karena meski harganya mahal, tetapi yang penting bahan bakar solar itu ada atau tersedia bagi nelayan.
Sebelumnya, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati Romica menyatakan bahwa wacana pengurangan subsidi BBM bagi nelayan harus dikaji ulang karena sangat penting untuk aktivitas melaut mereka.
Susan mengingatkan bahwa sekitar 60 persen penghasilan nelayan tradisional itu untuk membeli BBM. Dengan demikian, bila tidak ada subsidi, akan berdampak pada meningkatnya biaya produksi.
Dengan demikian, lanjut dia, hal tersebut juga dinilai bakal membuat nelayan makin sulit untuk sejahtera, apalagi komposisinya selama ini adalah 97 persen untuk transportasi darat dan 3 persen untuk transportasi laut.
Dari jumlah subsidi BBM untuk transportasi laut, hanya 2 persen untuk nelayan.
"Setidaknya ada dua persoalan yang akan muncul jika subsidi BBM dicabut, pertama terpuruknya perekonomian nelayan dan kedua akan menyebabkan pelanggaran hak konstitusional masyarakat pesisir, khususnya nelayan tradisional," katanya.
Susan menegaskan bahwa pemerintah Indonesia sepertinya dapat memilih langkah cerdas berupa perbaikan tata niaga dari BBM bersubsidi yang dibarengi dengan optimalisasi lini distribusi.
Langkah cerdas tersebut dapat dilakukan, antara lain, dengan memperkuat sinergi dan kolaborasi antara KKP dan Kementerian ESDM guna memperbaiki penyaluran BBM subsidi.
Menurut dia, langkah yang perlu dilakukan pertama adalah mengkaji kembali Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2014 yang kerap dijadikan celah bagi pengusaha perikanan untuk menggunakan solar subsidi guna industrinya.
Selain itu, Kiara juga memandang perlu ada regulasi yang tegas bahwa penyediaan dan distribusi solar subsidi hanya bagi kapal dengan ukuran 10 GT ke bawah.
KKP dan Kementerian ESDM juga diharapkan dapat membangun prasarana pengisian bahan bakar di wilayah nelayan kecil sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016.
Undang-Undang No. 7/2016, kata dia, telah memandatkan kepada pemerintah segera memberikan perlindungan dan pemberdayaan, khususnya bagi nelayan kecil dalam penyedian prasarana dan sarana guna mengembangkan usaha dan memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan.
Ia juga menginginkan pemerintah mendata dan melakukan kerja sama dengan nelayan kecil dalam distribusi solar bersubsidi.
Salah satunya, ujar dia, adalah dengan merevitalisasi fungsi koperasi nelayan dan penyedia BBM untuk nelayan atau SPDN guna menghindari kesalahan peruntukan BBM bersubsidi.
"Saya dorong semua pelabuhan punya SPDN (Solar Pack Dealer untuk Nelayan)," kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, meski BBM merupakan kebutuhan penting bagi nelayan, tetapi diketahui pula ada permasalahan distribusi sehingga nelayan juga mengalami persoalan ketersediaan sehingga berdampak harga BBM yang juga menjadi semakin mahal.
Ia berpendapat bahwa akibatnya, sebenarnya yang lebih perlu diperhatikan adalah faktor ketersediaan BBM karena meski harganya mahal, tetapi yang penting bahan bakar solar itu ada atau tersedia bagi nelayan.
Sebelumnya, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati Romica menyatakan bahwa wacana pengurangan subsidi BBM bagi nelayan harus dikaji ulang karena sangat penting untuk aktivitas melaut mereka.
Susan mengingatkan bahwa sekitar 60 persen penghasilan nelayan tradisional itu untuk membeli BBM. Dengan demikian, bila tidak ada subsidi, akan berdampak pada meningkatnya biaya produksi.
Dengan demikian, lanjut dia, hal tersebut juga dinilai bakal membuat nelayan makin sulit untuk sejahtera, apalagi komposisinya selama ini adalah 97 persen untuk transportasi darat dan 3 persen untuk transportasi laut.
Dari jumlah subsidi BBM untuk transportasi laut, hanya 2 persen untuk nelayan.
"Setidaknya ada dua persoalan yang akan muncul jika subsidi BBM dicabut, pertama terpuruknya perekonomian nelayan dan kedua akan menyebabkan pelanggaran hak konstitusional masyarakat pesisir, khususnya nelayan tradisional," katanya.
Susan menegaskan bahwa pemerintah Indonesia sepertinya dapat memilih langkah cerdas berupa perbaikan tata niaga dari BBM bersubsidi yang dibarengi dengan optimalisasi lini distribusi.
Langkah cerdas tersebut dapat dilakukan, antara lain, dengan memperkuat sinergi dan kolaborasi antara KKP dan Kementerian ESDM guna memperbaiki penyaluran BBM subsidi.
Menurut dia, langkah yang perlu dilakukan pertama adalah mengkaji kembali Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2014 yang kerap dijadikan celah bagi pengusaha perikanan untuk menggunakan solar subsidi guna industrinya.
Selain itu, Kiara juga memandang perlu ada regulasi yang tegas bahwa penyediaan dan distribusi solar subsidi hanya bagi kapal dengan ukuran 10 GT ke bawah.
KKP dan Kementerian ESDM juga diharapkan dapat membangun prasarana pengisian bahan bakar di wilayah nelayan kecil sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016.
Undang-Undang No. 7/2016, kata dia, telah memandatkan kepada pemerintah segera memberikan perlindungan dan pemberdayaan, khususnya bagi nelayan kecil dalam penyedian prasarana dan sarana guna mengembangkan usaha dan memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan.
Ia juga menginginkan pemerintah mendata dan melakukan kerja sama dengan nelayan kecil dalam distribusi solar bersubsidi.
Salah satunya, ujar dia, adalah dengan merevitalisasi fungsi koperasi nelayan dan penyedia BBM untuk nelayan atau SPDN guna menghindari kesalahan peruntukan BBM bersubsidi.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017
Tags: