Semarang (ANTARA News) - Bupati non-aktif Klaten, Jawa Tengah, Sri Hartini dituntut 12 tahun penjara dalam kasus jual beli jabatan dan potongan fee atas dana bantuan keuangan desa di kabupaten tersebut.

Jaksa Penuntut Umum Afni Karolina dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin, mengatakan terdakwa terbukti melanggar dua dakwaan alternatif yang ditujukan kepadanya.

Pada dakwaan pertama, Sri Hartini terbukti melanggar Pasal 12a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Terdakwa terbukti menerima suap dalam pengisian Satuan Organisasi Tata Kerja (SOTK) di Kabupaten Klaten dengan total Rp2,9 miliar.

"Terdakwa menerima usulan titipan pegawai untuk mengisi jabatan dalam penyusunan SOTK baru melalui sejumlah kerabat dekatnya," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Antonius Widjantono itu.

Sebagai gantinya, orang-orang yang akan ditempatkan pada jabatan yang baru itu memberikan sejumlah uang yang lazim disebut dengan uang syukuran.

Uang suap itu sendiri, menurut jaksa, diterima terdakwa dalam rentang periode Juli hingga Desember 2016.

Pada dakwaan kedua, jaksa juga menyatakan terdakwa terbukti melanggar pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Terdakwa dinilai menerima pemberian berupa uang atau gratifikasi yang berkaitan dengan pencairan dana bantuan keuangan desa, titipan dalam penerimaan calon pegawai di BUMD, mutasi kepala sekolah, serta "fee" proyek di dinas pendidikan.

Total gratifikasi yang tidak pernah dilaporkan bupati yang belum genap setahun menjabat saat ditangkap KPK itu mencapai Rp9,8 miliar.

Afni menjabarkan, gratifikasi yang berasal dari potongan 10 hingga 15 persen dana bantuan keuangan desa tersebut mencapai Rp4,07 miliar, uang uacapan terima kasih dari calon pegawai sejumlah BUMD mencapai Rp1,8 miliar, uang syukuran dari sejumlah kepala SMP dan SMA sebesar Rp3,1 miliar, dan fee atas proyek di dinas pendidikan sebesar Rp750 juta.

Dalam tuntutan setebal 920 halaman itu, jaksa juga meminta hakim menjatuhkan hukuman berupa denda sebesar Rp1 miliar yang jika tidak dibayar maka akan diganti dengan kurungan selama satu tahun penjara.

Atas tuntutan tersebut, majelis hakim memberi kesempatan terdakwa untuk menyampaikan pembelaan yang disampaikan pada sidang pekan depan.