Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin pagi, tercatat Rp13.332 per dolar AS, menguat dibandingkan sebelumnya Rp13.344 per dolar AS.

Analis Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa dolar AS cenderung melemah terhadap mayoritas mata uang dunia di tengah ketegangan geopolitik di semenanjung Korea, ketidakpastian politik di Washington serta tidak adanya pernyataan kebijakan moneter dari Bank Sentral AS atau The Fed di Jackson Hole.

"Minimnya pembahasan kebijakan moneter dari Ketua The Fed Janet Yellen dalam pidatonya di Jackson Hole membuat pelaku pasar uang cenderung kembali masuk ke aset negara-negara berkembang," katanya.

Ia menambahkan bahwa harga minyak mentah dunia yang relatif stabil juga turut menjaga mata uang berbasis komoditas, seperti rupiah. Terpantau harga minyak jenis WTI Crude berada di level 47,71 dolar AS per barel, dan Brent Crude di level 52,59 dolar AS per barel.

Sementara itu, analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menambahkan, ketidakpastian akan jalannya pemerintahan Presiden AS Donald Trump seiring kembali mencuatnya pembahasan "debt ceiling" atau batas atas dari utang AS membuat aset berdenominasi dolar AS kurang diminati.

Di sisi lain, Reza menuturkan, aliran dana asing yang masuk ke dalam negeri yang masih cukup baik, turut menjaga pasokan valas di dalam negeri sehingga menopang pergerakan rupiah.

Kendati demikian, menurut dia, penguatan rupiah relatif terbatas, kondisi itu memberikan gambaran masih adanya sikap menahan diri pelaku pasar untuk masuk ke mata uang "non safe haven currency", termasuk rupiah.