Konstruksi MRT capai 78 persen
23 Agustus 2017 17:23 WIB
Progres Pembangunan MRT Pekerja menggarap proyek pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) di kawasan Lebak Bulus, Jakarta, Kamis (10/8/2017). Proyek pengerjaan MRT secara keseluruhan kini telah mencapai 76,08 persen. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) ()
Jakarta (ANTARA News) - Perkembangan konstruksi proyek MRT Tahap I rute Lebak Bulus - Bundaran Hotel Indonesia ditargetkan mencapai 78 persen pada akhir Agustus 2017, kata Direktur Operasional dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Agung Wicaksono.
"Kontruksi sudah 76,2 persen per akhir Juli 2017. Akhir bulan ini mungkin bisa 78 persen," kata Agung di sela-sela seminar "Towards Transit Oriented Development in Indonesia" di Jakarta, Rabu.
Agung mengatakan saat ini pihaknya tengah mempersiapkan untuk pengoperasian, yaitu operasi, regulasi yang diperlukan termasuk kawasan "transit oriented development".
Dia menuturkan percepatan pengerjaan konstruksi tersebut terbentur sejumlah kendala, di antaranya adalah biaya yang membangkak dan pembebasan lahan.
Agung menyebutkan tambahan biaya yang diperlukan, yaitu Rp2,5 triliun karena adanya perubahan-perubahan regulasi tentang standar bangunan tahan gempa.
"Jadi, waktu 2012 dilakukan tender menggunakan standar gempa 2002, kita tahu 2004 terjadi tsunami dan ternyata di 2013 ada standar gempa baru yang diberlakukan. Itu berdampak karena komponen yang harus dibangun menjadi lebih besar," katanya.
Dia menambahkan standar regulasi baru harus lebih berkualitas, lebih tebal dan terdapat baja jenis tertentu yang tidak boleh berbeda, sehingga kebutuhannya lebih banyak.
"Misalkan sepanjang 10 kilometer lintasan elevated (melayang) via deck ada 600 tiang, bayangkan saja 600 pilar perubahannya," katanya.
Agung menyebutkan dana yang sudah dibayarkan sekitar Rp5 triliun dan Rp12 triliun sudah terkontrak, belum lagi ada tambahan dana kontigensi Rp2,5 triliun, jadi total Rp16,5 triliun.
"Penambahan biaya harus dilakukan karena pembebasan lahan. Padahal, kontraktor siap kerja, waktu kerja menjadi jadi panjang dengan kebutuhan lebih banyak," katanya.
"Kontruksi sudah 76,2 persen per akhir Juli 2017. Akhir bulan ini mungkin bisa 78 persen," kata Agung di sela-sela seminar "Towards Transit Oriented Development in Indonesia" di Jakarta, Rabu.
Agung mengatakan saat ini pihaknya tengah mempersiapkan untuk pengoperasian, yaitu operasi, regulasi yang diperlukan termasuk kawasan "transit oriented development".
Dia menuturkan percepatan pengerjaan konstruksi tersebut terbentur sejumlah kendala, di antaranya adalah biaya yang membangkak dan pembebasan lahan.
Agung menyebutkan tambahan biaya yang diperlukan, yaitu Rp2,5 triliun karena adanya perubahan-perubahan regulasi tentang standar bangunan tahan gempa.
"Jadi, waktu 2012 dilakukan tender menggunakan standar gempa 2002, kita tahu 2004 terjadi tsunami dan ternyata di 2013 ada standar gempa baru yang diberlakukan. Itu berdampak karena komponen yang harus dibangun menjadi lebih besar," katanya.
Dia menambahkan standar regulasi baru harus lebih berkualitas, lebih tebal dan terdapat baja jenis tertentu yang tidak boleh berbeda, sehingga kebutuhannya lebih banyak.
"Misalkan sepanjang 10 kilometer lintasan elevated (melayang) via deck ada 600 tiang, bayangkan saja 600 pilar perubahannya," katanya.
Agung menyebutkan dana yang sudah dibayarkan sekitar Rp5 triliun dan Rp12 triliun sudah terkontrak, belum lagi ada tambahan dana kontigensi Rp2,5 triliun, jadi total Rp16,5 triliun.
"Penambahan biaya harus dilakukan karena pembebasan lahan. Padahal, kontraktor siap kerja, waktu kerja menjadi jadi panjang dengan kebutuhan lebih banyak," katanya.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017
Tags: