Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) Yunus Nafik sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait putusan perkara perdata antara PT ADI dan Eeastern Jason Fabrication Service (EJFS), Pte, Ltd.

Yunus Nafik merupakan tersangka ketiga setelah Akhmad Zaini selaku kuasa hukum PT ADI dan Tarmizi selaku panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait kasus tersebut.

"Malam ini tersangka sudah tambah satu lagi, Dirut PT ADI," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Sebelum menetapkan Yunus Nafik sebagai tersangka, KPK pada Selasa malam mengamankan Yunus Nafik bersama dengan General Manager PT ADI Rachmadi Pernama ke gedung KPK, Jakarta untuk menjalani pemeriksaan.

KPK menetapkan dua tersangka dugaan suap terhadap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait putusan perkara perdata antara PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) dan EJFS, Pte, Ltd.

"Diduga pemberian uang oleh Akhmad Zaini (AKZ) selaku kuasa hukum PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) kepada Tarmizi (TMZ) selaku panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar gugatan EJFS, Pte. Ltd terhadap PT ADI ditolak dan menerima gugatan rekonvensi PT ADI," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Agus menjelaskan pada Senin (21/8), KPK mengamankan lima orang dalam operasi tangkap tangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yakni Akhmad Zaini (AKZ), Tarmizi (TMZ), Teddy Junaedi (TJ) selaku pegawai honorer pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Fajar Gora (FJG) selaku kuasa hukum PT ADI, dan Solihan (S) selaku sopir rental yang disewa AKZ.

"Pada pukul 12.30 WIB KPK mengamankan kelimanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Agus.

Agus mengatakan tim KPK mengamankan AKZ di depan Masjid di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Tim kemudian mengamankan TJ di parkiran motor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan setelah itu tim masuk ruang kerja TMZ dan mengamankan yang bersangkutan di dalam ruangan. Setelah itu, tim KPK juga mengamankan FJG yang menunggu di ruang sidang dan S di parkiran mobil," katanya.

Sebelumnya, kata Agus, tim telah memantau pergerakan AKZ.

"Setelah tiba di Bandara Soekarno Hatta sekitar pukul 08.00 WIB dari penerbangan Surabaya-Jakarta, AKZ menemui TMZ di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," ucap Agus.

Lebih lanjut, Agus menyatakan bahwa AKZ menerima pengembalian cek senilai Rp250 juta dari TMZ karena TMZ tidak dapat mencairkan cek tersebut.

"Setelah itu, AKZ mencairkan cek tersebut dan cek lainnya yang dia bawa senilai Rp100 juta di Bank BNI Ampera dan memasukkannya ke rekening BCA miliknya," kata Agus.

Kemudian AKZ melakukan transaksi pemindahbukuan antar rekening BCA di Bank BCA Ampera dari rekening milikinya ke rekening TJ sebeser Rp300 juta.

"Dari kegiatan operasi tangkap tangan ini, KPK mengamankan bukti pemindahan dana antar rekening BCA milik AKZ ke rekening milik TJ, yaitu senilai Rp100 juta tertanggal 16 Agustus 2017 dan Rp300 juta tertanggal 21 Agustus 2017," ucap Agus.

KPK, kata Agus, juga mengamankan buku tabungan dan ATM milik TJ yang diduga sebagai penampung dana.

Agus juga menambahkan bahwa diduga transfer dana tersebut bukan pemberian pertama, sebelumnya telah diterima pada 22 Juni 2017 melalui transfer antar rekening BCA dari AKZ kepada TJ senilai Rp25 juta sebagai dana operasional.

"Tanggal 16 Agustus 2017 melalui transfer antar rekening BCA dari AKZ kepada TJ senilai Rp100 juta dengan menyamarkan keterangan sebagai "DP pembayaran tanah" dan tanggal 21 Agustus 2017 melalui transfer rekening BCA dari AKZ kepada TJ senilai Rp300 juta dengan keterangan "pelunasan pembelian tanah"," tuturnya.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, AKZ disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, TMZ disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.