Kupang, NTT (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia kini masih melakukan diplomasi dengan pemerintah Timor Leste terhadap wilayah perbatasan yang menjadi sengketa kedua negara, Noelbes-Citrana, di Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.

"Untuk sengketa batas ini Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan serta Kementerian Luar Negeri masih terus lakukan diplomasi dengan Pemerintah Timor Leste. Kita menanti hasilnya," kata Kepala Badan Perbatasan NTT, Paul Manehat, di Kupang, Selasa.

Menurut dia, memang untuk kepentingan wilayah batas negara itu, masih membutuhkan segala bentuk diplomasi bersama pemerintah Timor Leste untuk mendapatkan hasil yang tetap memberi manfaat bagi kedua negara.

Bahwa akan membutuhkan waktu lama karena tarik ulur kepentingan dua negara di sepanjang wilayah sengketa di tapal batas itu, menjadi hal wajar. Namun demikian, proses diplomatik harus terus dilakukan pemerintah.

"Kami negara bertetangga sehingga diharapkan hasil dari penyelesaian sengketa ini tidak memantik persoalan di dua negara yang masih berkerabat itu," kata Manehat.

Menurut dia, secara kelembagaan tugas dan wewenang penyelesaian perbatasan sudah diberikan secara bertingkat dari pusat hingga ke pemerintah kabupaten.

Dalam konteks tersebut, pemerintah Kabupaten Kupang dalam persoalan di Amfoang Timur hanya bertugas melakukan survei dan pendekatan kepada tokoh masyarakat dan tokoh adat dua warga negara di perbatasan berkaita dengan status dan eksistensi batas negara.

Data dan hasil survei yang diperoleh pemerintah Kabupaten Kupang yang dilakukan Badan Pengelola Perbatasan itu lalu disampaikan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat di Jakarta.

Pemerintah pusat yang punya kewenangan lanjutan untuk penyelesaian lanjutan persoalan ini.

Dia menyebut, sengketa di wilayah Noelbesi-Citrana, Desa Netamnanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang itu, tepatnya di sepanjang sungai atau delta sepanjang 4,5 kilometer dengan luas 1.069 hektare.

Di titik soal ini, Indonesia menghendaki garis batas negara berada pada posisi sebelah barat sungai kecil.

Namun, Timor Leste (dahulu Provinsi Timor Timur) memiliki pandangan berbeda.


Kendati masih dalam status wilayah steril yang berarti tak boleh ada aktivitas di atas lahan sengketa itu, fakta di lapangan Timor Leste telah membangun secara permanen kantor pertanian, balai pertemuan, gudang dolog, tempat penggilingan padi, pembangunan saluran irigasi dan jalan yang diperkeras.

Pemerintah Indonesia, dalam konteks lainnya, terus berupaya membangun semua fasilitas terutama infrastruktur pendukung di sepanjang tapal batas, untuk menggairahkan kembali akses warga perbatasan.

Sabuk Merah Perbatasan yang dibangun melingkar dan melintasi semua wilayah perbatasan sudah tuntas di sejumlah sektor, terutama di sektor timurnya sejauh 162,13 km.

Keseluruhan panjang jalan sejauh 162,13 km itu terbagi dalam enam titik lintasan dan semuanya telah merangkum wilayah di sepanjang tapal batas negara di dua kabupaten masing-masing di Kabupaten Belu dan Malaka.

Sejumlah enam titik itu, kata Manehat, titik Motaain-Silawan-Salore-Haliwen sejauh 16,86 km. Titik lintasan Haliwen-Sadi-Asumanu-Haekesak-Turiskain sejauh 34,50 km.

Titik selanjutnya Turiskain-Fulur-Nualain-Henes 27,97 km. Lintasan Nualain-Dafala sejauh 33,60 km, Dafala-Laktutus sejauh 13,50 km dan titik lintasan Laktutus-Motamasin (Motamauk) sejauh 35,70 km. "Semuanya sudah tuntas dikerjakan memanfaatkan APBN," katanya.

Untuk lintasan di wilayah tengah Kabupaten Timor tengah Utara (TTU) dan wilayah barat di Kabupaten Kupang lainnya masih sedang dilakukan.