Jakarta (ANTARA News) - Pakar Hukum Pembuktian berpendapat, dokumen bukti dalam perkara perdata mantan Presiden Soeharto yang hanya berupa salinan atau fotokopi, tetap berlaku dan bisa dihadirkan di persidangan, sehingga gugatan terhadap penguasa Orde Baru itu bisa tetap berjalan. "Pembuktian bisa tetap jalan meski alat buktinya fotokopi," kata Pakar Hukum Pembuktian Universitas Indonesia Teuke Nasrullah SH, MH di Jakarta, Kamis. Nasrullah mengatakan hal itu terkait pernyataan Kapuspenkum Kejagung, Salman Maryadi bahwa sebagian dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti dugaan penyalahgunaan bantuan pemerintah yang dilakukan mantan Presiden Soeharto masih dalam bentuk fotokopi. Menurut Nasrullah, dalam hukum acara perdata (Herziene Indonesisch Reglement/HIR) diatur tingkatan pembuktian suatu perkara. Alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum tertinggi adalah naskah otentik, seperti akta notaris. Tiga alat bukti lainnya adalah surat biasa/instansi, keterangan saksi dan pengakuan. Dokumen fotokopi, katanya, tetap memiliki kekuatan hukum dalam suatu persidangan perkara perdata jika pihak yang menghadirkan alat bukti tersebut bisa meyakinkan kebenaran alat bukti tersebut melalui keterangan saksi. Nasrullah mencontohkan, fotokopi akta notaris yang diajukan penggugat tetap bisa dijadikan alat bukti jika penggugat bisa menghadirkan pejabat notaris untuk bersaksi tentang kebenaran akta tersebut. Selain itu, kebenaran alat bukti fotokopi juga dapat ditentukan dengan melakukan pengujian di laboratorium forensik. Pengujian di laboratorium dapat dilakukan pada tanda tangan dalam sebuah dokumen. Menurut dia, fotokopi dokumen dapat dinyatakan kebenarannya jika hasil uji laboratorium menyatakan tandatangan dalam dokumen fotokopi tersebut sama dengan tanda tangan asli. Sebaliknya, alat bukti fotokopi tidak dapat digunakan jika pihak yang mengajukan tidak dapat menyatakan kebenaran alat bukti tersebut malalui pengakuan pihak terkait atau keterangan saksi. Seperti diberitakan, kejagung melayangkan gugatan perdata terhadap yayasan yang dipimpin mantan Presiden Soeharto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Soeharto diduga menyalahgunakan dana bantuan pemerintah melalui yayasan Supersemar. Kapuspenkum Kejagung, Salman Maryadi mengatakan sebagian dokumen yang akan dijadikan alat bukti dalam gugatan perdata itu masih dalam bentuk fotokopi. Salman mengatakan, pihaknya belum mengetahui keberadaan dokumen asli. Meski demikian, dia meyakinkan akan dilakukan upaya untuk memperjelas keberadaan dokumen asli. Berbeda dengan Nasrullah, Salman mengatakan proses pembuktian dalam suatu gugatan perdata diperlukan dokumen asli. Hal itu berbeda dengan proses pembuktian perkara pidana yang bisa menggunakan dokumen fotokopi setelah diperkuat dengan keterangan saksi.(*)