Novel: KPK miliki banyak saksi kunci KTP-e
16 Agustus 2017 09:28 WIB
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan saat ditemui di Singapura, Selasa (15/8/2017). Novel akan menjalani operasi besar pada mata kirinya pada Kamis 17 Agustus 2017. (ANTARANews/Monalisa)
Singapura (ANTARA News) - Penyidik KPK Novel Baswedan menegaskan KPK memiliki banyak saksi kunci untuk mengungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik (KTP-e) meski salah satu saksi yaitu Direktur Biomorf Lone LLC Johannes Marliem telah meninggal dunia.
"Tentunya kalau saya mau bicara saksi kunci, saksi kuncinya juga banyak, tidak cuma satu. Ini yang harus jadi perhatian kita semua, dan kalau salah satu saksi KTP-e meninggal tentu tidak terlalu berpengaruh terhadap pembuktian perkara tersebut," kata Novel kepada Antara di Singapura, Selasa (15/8).
Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang pengendara motor di dekat rumahnya pada 11 April 2017 seusai shalat subuh di masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Mata Novel pun mengalami kerusakan sehingga ia harus menjalani perawatan di Singapore National Eye Centre (SNEC) sejak 12 April 2017.
Johannes Marliem ditemukan tewas di rumahnya di Los Angeles pada Kamis (10/8) dini hari, 10 Agustus waktu setempat. Berdasarkan pemberitaan media di Amerika Serikat, Johannes ditulis tewas akibat bunuh diri.
Sebelum tewas, Johannes diketahui pernah menyampaikan kekhawatiran mendapat ancaman ke media dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) apalagi Johannes juga pernah berbicara di salah satu media massa bahwa ia memiliki bukti rekaman percakapan yang diduga melibatkan pihak-pihak lainnya dalam kasus korupsi KTP-e.
"Tentunya saya tidak bisa berspekulasi apakah kematian Johannes terkait kasus KTP-e atau tidak, tapi saya kaget di beberapa media saya baca ada beberapa yang senang dan kemudian meminta agar dengan meninggalnya saksi tersebut agar ditutup perkara KTP-e, ini lucu, kenapa? Karena KTP-e ini faktanya banyak sekali," ungkap Novel yang juga menjadi penyidik dalam kasus KTP-e tersebut.
Meski Johannes yang terlibat banyak dalam pengadaan KTP-e itu sudah meninggal dan bahkan tidak semua pertimbangan hukum KPK disetujui hakim dalam putusan pengadilan tingkat pertama untuk terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan Sugiharto dan sejumlah hambatan lain, Novel masih optimis KPK dapat mengungkapkan kasus tersebut.
Perusahaan Johannes Marliem dalam dakwaan kasus korupsi KTP-e adalah PT Biomorf Lone LLC selaku penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merk L-1 yang digunakan dalam KTP-E. Johannes juga disebut ikut memberikan 200 ribu dolar AS ada Oktober 2012 kepada mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Sugiharto sebagai fee karena konsorsium PNRI dinyatakan lulus evaluasi.
Johannes Marliem juga disebut mendapatkan keuntungan seluruhnya berjumlah 14,88 juta dolar AS dan Rp25,242 miliar.
Bahkan saat DPR membuat panitia khusus (pansus) tentang KPK yang salah satu sebabnya adalah karena Novel mengatakan bahwa salah satu saksi yaitu anggota DPR Miryam S Haryani ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mencabut keterangan dalam kasus KTP-e.
"Saya sangat optimis mengenai hal itu kenapa? Coba lihat ketika salah satu anggota pansus hak angket berkata bahwa saya berbohong di pengadilan dan segala macam, sekarang bukti itu sudah keluar di pengadilan. Apakah orang ini bisa bertanggung jawab dengan kata-katanya sendiri? Orang ini apakah tidak malu dengan kata-katanya sendiri?," ungkap Novel.
Ia menegaskan bahwa seorang pejabat publik seharusnya adalah orang yang dapat mempertanggungjawabkan kata-katanya.
"Ketika ia berkata seperti itu, ini suatu hal yang tidak baik. Saya sebagai penyidik dan rekan-rekan (penyidik KPK) lain ingin bekerja dengan serius, bekerja dengan bertanggung jawab. Terkait dengan masalah hak angket dan masalah keterangan Miryam yang mencabut keterangan saya kira keterangan Ibu Miryam sedang dibahas dalam proses peradilan dan bukti-bukti yang diperoleh KPK sudah sangat banyak dan tentunya akan dapat dibuktikan perkara itu," jelas Novel.
Ia pun berharap agar Miryam S Haryani yang saat ini juga sudat ditetapkan sebagai terdakwa memberikan keterangan palsu di pengadilan dalam kasus KTP-e dapat memberikan keterangan yang sebenarnya.
"Lebih baik bila Bu Miryam bercerita dengan benar karena itu kewajiban bagi yang bersangkutan sebagai saksi. Bila hak angket ditujukan benar untuk menghalang-halangi KPK karena KPK menangani perkara DPR, hal itu sangat disayangkan dan tentu saya berharap perwakilan dari rakyat bisa bekerja betul-betul untuk kepentingan rakyat jangan untuk kepentingan segelintir orang," tegas Novel.
(Baca: KPK tak pernah sebut Johannes Marliem saksi kunci)
"Tentunya kalau saya mau bicara saksi kunci, saksi kuncinya juga banyak, tidak cuma satu. Ini yang harus jadi perhatian kita semua, dan kalau salah satu saksi KTP-e meninggal tentu tidak terlalu berpengaruh terhadap pembuktian perkara tersebut," kata Novel kepada Antara di Singapura, Selasa (15/8).
Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang pengendara motor di dekat rumahnya pada 11 April 2017 seusai shalat subuh di masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Mata Novel pun mengalami kerusakan sehingga ia harus menjalani perawatan di Singapore National Eye Centre (SNEC) sejak 12 April 2017.
Johannes Marliem ditemukan tewas di rumahnya di Los Angeles pada Kamis (10/8) dini hari, 10 Agustus waktu setempat. Berdasarkan pemberitaan media di Amerika Serikat, Johannes ditulis tewas akibat bunuh diri.
Sebelum tewas, Johannes diketahui pernah menyampaikan kekhawatiran mendapat ancaman ke media dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) apalagi Johannes juga pernah berbicara di salah satu media massa bahwa ia memiliki bukti rekaman percakapan yang diduga melibatkan pihak-pihak lainnya dalam kasus korupsi KTP-e.
"Tentunya saya tidak bisa berspekulasi apakah kematian Johannes terkait kasus KTP-e atau tidak, tapi saya kaget di beberapa media saya baca ada beberapa yang senang dan kemudian meminta agar dengan meninggalnya saksi tersebut agar ditutup perkara KTP-e, ini lucu, kenapa? Karena KTP-e ini faktanya banyak sekali," ungkap Novel yang juga menjadi penyidik dalam kasus KTP-e tersebut.
Meski Johannes yang terlibat banyak dalam pengadaan KTP-e itu sudah meninggal dan bahkan tidak semua pertimbangan hukum KPK disetujui hakim dalam putusan pengadilan tingkat pertama untuk terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan Sugiharto dan sejumlah hambatan lain, Novel masih optimis KPK dapat mengungkapkan kasus tersebut.
Perusahaan Johannes Marliem dalam dakwaan kasus korupsi KTP-e adalah PT Biomorf Lone LLC selaku penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merk L-1 yang digunakan dalam KTP-E. Johannes juga disebut ikut memberikan 200 ribu dolar AS ada Oktober 2012 kepada mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Sugiharto sebagai fee karena konsorsium PNRI dinyatakan lulus evaluasi.
Johannes Marliem juga disebut mendapatkan keuntungan seluruhnya berjumlah 14,88 juta dolar AS dan Rp25,242 miliar.
Bahkan saat DPR membuat panitia khusus (pansus) tentang KPK yang salah satu sebabnya adalah karena Novel mengatakan bahwa salah satu saksi yaitu anggota DPR Miryam S Haryani ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mencabut keterangan dalam kasus KTP-e.
"Saya sangat optimis mengenai hal itu kenapa? Coba lihat ketika salah satu anggota pansus hak angket berkata bahwa saya berbohong di pengadilan dan segala macam, sekarang bukti itu sudah keluar di pengadilan. Apakah orang ini bisa bertanggung jawab dengan kata-katanya sendiri? Orang ini apakah tidak malu dengan kata-katanya sendiri?," ungkap Novel.
Ia menegaskan bahwa seorang pejabat publik seharusnya adalah orang yang dapat mempertanggungjawabkan kata-katanya.
"Ketika ia berkata seperti itu, ini suatu hal yang tidak baik. Saya sebagai penyidik dan rekan-rekan (penyidik KPK) lain ingin bekerja dengan serius, bekerja dengan bertanggung jawab. Terkait dengan masalah hak angket dan masalah keterangan Miryam yang mencabut keterangan saya kira keterangan Ibu Miryam sedang dibahas dalam proses peradilan dan bukti-bukti yang diperoleh KPK sudah sangat banyak dan tentunya akan dapat dibuktikan perkara itu," jelas Novel.
Ia pun berharap agar Miryam S Haryani yang saat ini juga sudat ditetapkan sebagai terdakwa memberikan keterangan palsu di pengadilan dalam kasus KTP-e dapat memberikan keterangan yang sebenarnya.
"Lebih baik bila Bu Miryam bercerita dengan benar karena itu kewajiban bagi yang bersangkutan sebagai saksi. Bila hak angket ditujukan benar untuk menghalang-halangi KPK karena KPK menangani perkara DPR, hal itu sangat disayangkan dan tentu saya berharap perwakilan dari rakyat bisa bekerja betul-betul untuk kepentingan rakyat jangan untuk kepentingan segelintir orang," tegas Novel.
(Baca: KPK tak pernah sebut Johannes Marliem saksi kunci)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: