Menko PMK : Pemerintah serius tangani stunting
9 Agustus 2017 21:29 WIB
Menko PMK Puan Maharani saat ditemui di sepa-sela rapat pembahasan laporan perumusan gizi seimbang yang sederhana dengan mempertimbangkan makanan lokal dan laporan Kementerian/Lembaga (K/L) tentang kegiatan penanganan stunting di 100 Kabupaten prioritas di Kantor Wapres, Rabu (9/08) (Antara)
Jakarta (Antara) - Pemerintah serius menangani masalah anak kerdil (stunting) dan persoalan gizi anak. Saat ini, program gizi seimbang akan ditingkatkan, total anggaran yang disiapkan sekitar 60 Triliun untuk 12 Kementerian/Lembaga yang terlibat penanganan stunting. Demikian yang dibahas dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, Menteri Kesehatan; Nila Farid Moeloek, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; Eko Putro Sandjojo, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana; Surya Chandra Surapaty, Menteri Sosial; Khofifah Indar Parawansa, Menteri Komunikasi dan Informatika; Rudiantara, Wakil Menteri Keuangan; Mardiasmo, serta beberapa perwakilan lainnya di Kantor Wapres, Jakarta.
Rapat membahas laporan perumusan gizi seimbang yang sederhana dengan mempertimbangkan makanan lokal dan laporan Kementerian/Lembaga (K/L) tentang kegiatan penanganan stunting di 100 Kabupaten prioritas. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi lahir dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1000 hari pertama kehidupan, tetapi stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun. Stunting akan berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit dan penurunan produktivitas.
Menurut Menko PMK Puan Maharani, kerangka penanganan stunting terbagi menjadi dua yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Kedua hal ini membutuhkan kerjasama antara pemerintah pusat dengan peran Pemda dalam bentuk edukasi dan sosialisasi, makanan tambahan, suplemen, imunisasi, infrastruktur air bersih, infrastruktur sanitasi dan bantuan keluarga miskin.
Pemerintah telah mengusulkan lokasi intervensi gizi terintegrasi di 100 Kab/Kota yang telah teridentifikasi. Kriteria lokasi merupakan komposit dari indikator prevalensi stunting tinggi, jumlah anak balita banyak, tingkat kemiskinan tinggi serta tersedianya paket gizi dari Kementerian seperti PKH, STBM, PAMSIMAS, SANIMAS dan PAUD.
Sementara sasaran utama intervensi adalah sasaran utama penurunan stunting pada 1000 hari pertama kehidupan yang dalam RPJMN menggunakan indikator stunting pada anak usia 2 tahun.
Saat ini diketahui sekitar 37 persen atau kurang lebih 9 juta anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting (Riskesdas 2013, Kemenkes). Baseline data prevalensi stunting pada tahun 2014 adalah 32,9 persen dengan target 2019 sebesar 28,0 persen dan capaian tahun 2016 adalah 26,1 persen.
Indonesia merupakan salah satu negera dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya.
“Diharapkan target penurunan kasus stunting dapat tercapai melalui berbagai intervensi program oleh pemerintah. Insya Allah ke depan prosentasenya menurun bahkan tak ada lagi kasus stunting di Indonesia. Yang terpenting Pemerintah akan terus menjamin kecukupan gizi untuk anak dan ibu hamilâ€, jelas Puan.
Rapat membahas laporan perumusan gizi seimbang yang sederhana dengan mempertimbangkan makanan lokal dan laporan Kementerian/Lembaga (K/L) tentang kegiatan penanganan stunting di 100 Kabupaten prioritas. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi lahir dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1000 hari pertama kehidupan, tetapi stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun. Stunting akan berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit dan penurunan produktivitas.
Menurut Menko PMK Puan Maharani, kerangka penanganan stunting terbagi menjadi dua yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Kedua hal ini membutuhkan kerjasama antara pemerintah pusat dengan peran Pemda dalam bentuk edukasi dan sosialisasi, makanan tambahan, suplemen, imunisasi, infrastruktur air bersih, infrastruktur sanitasi dan bantuan keluarga miskin.
Pemerintah telah mengusulkan lokasi intervensi gizi terintegrasi di 100 Kab/Kota yang telah teridentifikasi. Kriteria lokasi merupakan komposit dari indikator prevalensi stunting tinggi, jumlah anak balita banyak, tingkat kemiskinan tinggi serta tersedianya paket gizi dari Kementerian seperti PKH, STBM, PAMSIMAS, SANIMAS dan PAUD.
Sementara sasaran utama intervensi adalah sasaran utama penurunan stunting pada 1000 hari pertama kehidupan yang dalam RPJMN menggunakan indikator stunting pada anak usia 2 tahun.
Saat ini diketahui sekitar 37 persen atau kurang lebih 9 juta anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting (Riskesdas 2013, Kemenkes). Baseline data prevalensi stunting pada tahun 2014 adalah 32,9 persen dengan target 2019 sebesar 28,0 persen dan capaian tahun 2016 adalah 26,1 persen.
Indonesia merupakan salah satu negera dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya.
“Diharapkan target penurunan kasus stunting dapat tercapai melalui berbagai intervensi program oleh pemerintah. Insya Allah ke depan prosentasenya menurun bahkan tak ada lagi kasus stunting di Indonesia. Yang terpenting Pemerintah akan terus menjamin kecukupan gizi untuk anak dan ibu hamilâ€, jelas Puan.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2017
Tags: