Revolusi digital dorong ekonomi tumbuh tujuh persen
9 Agustus 2017 14:40 WIB
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyampaikan pidato kunci saat seminar nasional tentang Big Data di Jakarta, Rabu (9/8/2017). (ANTARA /Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan pemanfaaatan revolusi digital dalam kegiatan ekonomi masyarakat dapat mendorong perekonomian untuk tumbuh mencapai tujuh persen (year on year/yoy), dibandingkan level pertumbuhan saat ini di kisaran lima persen (yoy).
Menurut Agus, dalam seminar "Globalisasi Digital Optimalisasi Pemanfaatan Big Data", saat ini revolusi digital di Indonesia sudah membuat banyak masyarakat banyak beralih dari pola konsumsi konvensional ke digital.
"Pertumbuhan perusahaan-perusahaan rintisan berbasis digital luar biasa, baik di perdagangan barang dan jasa (e-commerce), moda pembayaran, maupun pembiayaan. Jumlah pengguna internet yang berbelanja secara onlinepada 2016 telah mencapai 24,74 juta orang," kata Agus.
Dalam perhitungan BI, selama 2016, para pengguna jasa perdagangan daring atau "e-commerce" tersebut telah membelanjakan 5,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp75 triliun atau jika dibagi per individu pengguna "e-commerce" di Indonesia rata-rata membelanjakan Rp3 juta per tahun.
"Selain e-commerce, revolusi digital di Indonesia juga telah menyentuh sektor keuangan karena jumlah perusahaan teknologi finansial di Indonesia yang dalam dua tahun terakhir (2015-2016) tumbuh pesat sebesar 78 persen," ujar dia.
Namun, kata Agus, potensi pemanfaatan revolusi digital, dan layanan "Big Data" di dalamnya masih sangat besar. Banyak masyarakat Indonesia yang belum menikmati manfaat dari revolusi digital.
Hal itu terlihat dari rasio antara jumlah pengguna internet dan jumlah penduduk di Indonesia yang rendah, yakni sekitar 51 persen pada 2016.
"Angka itu masih relatif jauh dibawah negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia yang sebesar 71 persen dan Thailand 67 persen. Di Inggris dan Jepang sudah mencapai di atas 90 persen," ujar dia.
Menurut Agus, penyebab belum maksimalnya pemanfaatan teknologi digital di Indonesia karena kualitas layanan internet yang tertinggal dibandingkan negara lain. Hambatan lain adalah investasi di bidang teknologi informasi (TI) yang rendag.
"Investasi TI di sektor-sektor utama pemberi kontribusi ke pertumbuhan ekonomi seperti manufaktur dan pertambangan relatif masih rendah, bahkan cenderung lebih rendah dibandingkan negara-negara dalam kelompok yang sama," tutur Agus.
Jika hambatan-hambatan dalam pemanfaatan teknologi digital dapat diatasi, Agus memerkirakan digitalisasi ekonomi mampu memberikan nilai tambah sebesar 150 miliar dolar AS terhadap PDB Indonesia pada 2025.
Adapun di beberapa Bank Sentral, termasuk Bank Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir juga sudah mulai memanfaatkan layanna revolusi digital dengan optimalisasi "Big Data" guna mendukung proses pengambilan keputusan.
Di BI, layanan "Big Data" dapat memperkuat proses pengambilan keputusan di sektor Moneter, Pasar Keuangan, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah (SP-PUR).
"Kami meyakini bahwa revolusi digital yang tengah berlangsung ini apabila dapat dimanfaatkan dengan baik akan mampu membawa Indonesia pada lintasan pertumbuhan ekonomi sekira tujuh persen per tahun," ujarnya.
(Baca: Defisit transaksi berjalan kurang dua persen PDB)
Menurut Agus, dalam seminar "Globalisasi Digital Optimalisasi Pemanfaatan Big Data", saat ini revolusi digital di Indonesia sudah membuat banyak masyarakat banyak beralih dari pola konsumsi konvensional ke digital.
"Pertumbuhan perusahaan-perusahaan rintisan berbasis digital luar biasa, baik di perdagangan barang dan jasa (e-commerce), moda pembayaran, maupun pembiayaan. Jumlah pengguna internet yang berbelanja secara onlinepada 2016 telah mencapai 24,74 juta orang," kata Agus.
Dalam perhitungan BI, selama 2016, para pengguna jasa perdagangan daring atau "e-commerce" tersebut telah membelanjakan 5,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp75 triliun atau jika dibagi per individu pengguna "e-commerce" di Indonesia rata-rata membelanjakan Rp3 juta per tahun.
"Selain e-commerce, revolusi digital di Indonesia juga telah menyentuh sektor keuangan karena jumlah perusahaan teknologi finansial di Indonesia yang dalam dua tahun terakhir (2015-2016) tumbuh pesat sebesar 78 persen," ujar dia.
Namun, kata Agus, potensi pemanfaatan revolusi digital, dan layanan "Big Data" di dalamnya masih sangat besar. Banyak masyarakat Indonesia yang belum menikmati manfaat dari revolusi digital.
Hal itu terlihat dari rasio antara jumlah pengguna internet dan jumlah penduduk di Indonesia yang rendah, yakni sekitar 51 persen pada 2016.
"Angka itu masih relatif jauh dibawah negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia yang sebesar 71 persen dan Thailand 67 persen. Di Inggris dan Jepang sudah mencapai di atas 90 persen," ujar dia.
Menurut Agus, penyebab belum maksimalnya pemanfaatan teknologi digital di Indonesia karena kualitas layanan internet yang tertinggal dibandingkan negara lain. Hambatan lain adalah investasi di bidang teknologi informasi (TI) yang rendag.
"Investasi TI di sektor-sektor utama pemberi kontribusi ke pertumbuhan ekonomi seperti manufaktur dan pertambangan relatif masih rendah, bahkan cenderung lebih rendah dibandingkan negara-negara dalam kelompok yang sama," tutur Agus.
Jika hambatan-hambatan dalam pemanfaatan teknologi digital dapat diatasi, Agus memerkirakan digitalisasi ekonomi mampu memberikan nilai tambah sebesar 150 miliar dolar AS terhadap PDB Indonesia pada 2025.
Adapun di beberapa Bank Sentral, termasuk Bank Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir juga sudah mulai memanfaatkan layanna revolusi digital dengan optimalisasi "Big Data" guna mendukung proses pengambilan keputusan.
Di BI, layanan "Big Data" dapat memperkuat proses pengambilan keputusan di sektor Moneter, Pasar Keuangan, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah (SP-PUR).
"Kami meyakini bahwa revolusi digital yang tengah berlangsung ini apabila dapat dimanfaatkan dengan baik akan mampu membawa Indonesia pada lintasan pertumbuhan ekonomi sekira tujuh persen per tahun," ujarnya.
(Baca: Defisit transaksi berjalan kurang dua persen PDB)
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017
Tags: