93 titik panas terpantau di Papua
7 Agustus 2017 22:22 WIB
Dokumentasi: Bandara Berhenti Beroperasi Sejumlah kendaraan terparkir dan tidak malakukan aktivitas di bandara Internasional Moses Kilangin, Timika, Papua. (ANTARA FOTO/Spedy Paereng) ()
Jakarta (ANTARA News) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat dari 158 titik panas hasil pemantauan melalui Satelit Aqua, Terra, SNNP pada catalog modis LAPAN, pukul 16.00 WIB, terdapat 93 titik berada Kabupaten Merauke dan Memberamo Tengah, Papua.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, mengatakan jumlah titik panas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus berfluktuatif.
Turunnya hujan dan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan telah menyebabkan hotspot berkurang dibandingkan dengan dua hari sebelumnya.
Sebaran dari 158 titik panas adalah Papua 93, Jawa Timur 17, Sulawesi Tengah 1, Kalimantan Timur 1, Kalimantan Selatan 1, Kalimantan Tengah 3, Jawa Barat 3, Jawa Tenga 2, NTT 13, NTB 11, Kalimantan Utara 3, Sulawesi Selatan 1, Sumatera Barat 3, Riau 1, Bengkulu 1, Aceh 1, Sumatera Selatan 2 dan Sumatera Utara 1.
Jumlah titik panas yang melonjak bertambah adalah di Papua yaitu dari tujuh titik panas pada Minggu (6/8), meningkat menjadi 93 titik panas pada Senin (7/8). Titik panas ini terpusat di Kabupaten Merauke (92 titik panas) dan Mamberamo Tengah (1 titik panas).
Jika selama ini kebakaran hutan dan lahan hanya terjadi di Sumatera dan Kalimantan, khususnya di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, namun sejak tahun 2015 kebakaran hutan dan lahan juga secara luas terjadi di tanah Papua, lanjut Sutopo.
Karenanya, ia mengatakan kebakaran hutan dan lahan di Papua harus diwaspadai. Peningkatan jumlah titik panas ini tidak terlepas dari pembukaan perkebunan yang besar-besaran di Papua.
Jenis tanah yang terbakar adalah tanah gambut dan mineral. Berdasarkan pantauan citra satelit, perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi perkebunan berlangsung cukup cepat dan luas di Papua.
Aktivitas ini disertai dengan peningkatan kebakaran hutan dan lahan dalam pembersihan lahan, katanya.
Sebagai gambaran, hasil analisis penginderaan jauh sejak 1 Juli 2015 hingga 20 Oktober 2015 oleh Lapan, luas hutan dan lahan yang terbakar di Papua mencapai 354.191 hektare (ha).
Kebakaran hutan dan lahan di Papua ini banyak terjadi di Kabupaten Merauke dan Mappi, luasnya hutan dan lahan yang terbakar saat itu sulit dipadamkan karena berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau, terbatasnya sarana prasarana dan personil untuk memadamkan api, serta belum adanya BPBD Merauke.
Saat ini, ia mengatakan pantauan satelit mengindikasikan bahwa kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi di Merauke Papua. Harus diwaspadai dan dilakukan antisipasi agar kebakaran hutan dan lahan tidak meluas.
Memang dampak lingkungan yang ditimbulkan tidak separah di Sumatera dan Kalimantan namun, menurut Sutopo, tetap perlu dilakukan upaya pencegahan agat tidak berulang dan meluas.
Hutan dan keanekaragamam hayati di Papua perlu dipertahankan agar tidak mudah dikonversi menjadi penggunaan lain dan tidak terbakar.
"Musim kemarau masih akan berlangsung hingga Oktober nanti. Puncak musim kemarau diperkirakan pada September mendatang, dan potensi kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan akan meningkat.
(V002/A039)
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, mengatakan jumlah titik panas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus berfluktuatif.
Turunnya hujan dan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan telah menyebabkan hotspot berkurang dibandingkan dengan dua hari sebelumnya.
Sebaran dari 158 titik panas adalah Papua 93, Jawa Timur 17, Sulawesi Tengah 1, Kalimantan Timur 1, Kalimantan Selatan 1, Kalimantan Tengah 3, Jawa Barat 3, Jawa Tenga 2, NTT 13, NTB 11, Kalimantan Utara 3, Sulawesi Selatan 1, Sumatera Barat 3, Riau 1, Bengkulu 1, Aceh 1, Sumatera Selatan 2 dan Sumatera Utara 1.
Jumlah titik panas yang melonjak bertambah adalah di Papua yaitu dari tujuh titik panas pada Minggu (6/8), meningkat menjadi 93 titik panas pada Senin (7/8). Titik panas ini terpusat di Kabupaten Merauke (92 titik panas) dan Mamberamo Tengah (1 titik panas).
Jika selama ini kebakaran hutan dan lahan hanya terjadi di Sumatera dan Kalimantan, khususnya di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, namun sejak tahun 2015 kebakaran hutan dan lahan juga secara luas terjadi di tanah Papua, lanjut Sutopo.
Karenanya, ia mengatakan kebakaran hutan dan lahan di Papua harus diwaspadai. Peningkatan jumlah titik panas ini tidak terlepas dari pembukaan perkebunan yang besar-besaran di Papua.
Jenis tanah yang terbakar adalah tanah gambut dan mineral. Berdasarkan pantauan citra satelit, perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi perkebunan berlangsung cukup cepat dan luas di Papua.
Aktivitas ini disertai dengan peningkatan kebakaran hutan dan lahan dalam pembersihan lahan, katanya.
Sebagai gambaran, hasil analisis penginderaan jauh sejak 1 Juli 2015 hingga 20 Oktober 2015 oleh Lapan, luas hutan dan lahan yang terbakar di Papua mencapai 354.191 hektare (ha).
Kebakaran hutan dan lahan di Papua ini banyak terjadi di Kabupaten Merauke dan Mappi, luasnya hutan dan lahan yang terbakar saat itu sulit dipadamkan karena berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau, terbatasnya sarana prasarana dan personil untuk memadamkan api, serta belum adanya BPBD Merauke.
Saat ini, ia mengatakan pantauan satelit mengindikasikan bahwa kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi di Merauke Papua. Harus diwaspadai dan dilakukan antisipasi agar kebakaran hutan dan lahan tidak meluas.
Memang dampak lingkungan yang ditimbulkan tidak separah di Sumatera dan Kalimantan namun, menurut Sutopo, tetap perlu dilakukan upaya pencegahan agat tidak berulang dan meluas.
Hutan dan keanekaragamam hayati di Papua perlu dipertahankan agar tidak mudah dikonversi menjadi penggunaan lain dan tidak terbakar.
"Musim kemarau masih akan berlangsung hingga Oktober nanti. Puncak musim kemarau diperkirakan pada September mendatang, dan potensi kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan akan meningkat.
(V002/A039)
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: