Pembangunan patung Guan Yu Chang di Tuban ditentang umat Khonghucu
6 Agustus 2017 18:42 WIB
Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Tuban, Jawa Timur, dengan menggunakan alat berat "crane" menutup patung Dewa Perang Kongco Kwan Sing Tee Koen dengan kain putih di Kelenteng Kwan Swie Bio, Minggu (6/8/2017). Patung setinggi 30,4 meter itu ditutup dengan kain oleh pengurus kelenteng karena adanya penolakan dari sejumlah elemen masyarakat atas patung itu. (ANTARA FOTO/Aguk Sudarmojo)
Jakarta (ANTARA News) - Pembangunan Patung Guan Yu Chang yang bergelar Kwan Seng Tee Koen di dalam Kelenteng Tuban, Jatim, ditentang oleh umat Khonghucu yang tergabung dalam Generasi Muda Khonghucu Indonesia.
Ketua Presidium Generasi Muda Khonghucu Indonesia (gemaku.org) Kris Tan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, menyatakan pembangunan patung di dalam Kompleks Kelenteng Tuban merupakan sikap yang tidak peka terhadap keutuhan berbangsa dan bernegara.
"Tuduhan yang beredar bahwa itu diprakarsai oleh umat Khonghucu adalah sebuah kekeliruan dan fitnah besar bagi penganut Khonghucu," katanya.
Ia menegaskan, dalam tradisi ajaran leluhur Tionghoa sama sekali tidak dikenal doktrin membangun ikon patung yang megah dan absurd yang bahkan menuju pada praktik-praktik menduakan Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut dia, dalam tradisi Khonghucu yang menjadi substansi religiusitas dan spiritualitas seseorang adalah bukan pada penyembahan terhadap benda-benda mati.
"Melainkan itu harus diejawantahkan dalam mencontoh prilaku dan meneladani sikap yang ditunjukan oleh Kwan Seng Tee Koen (Kwan Kong) yang kebetulan memang figur yang dianggap sebagai tokoh yang menjunjung tinggi Zhi, Ren, dan Yong yaitu Kebijaksanaan, Cinta kasih, dan Kebenaran," katanya.
Fenomena pengkultusan yang berlebihan, kata dia, justru telah menodai doktrin utama ajaran leluhur Tionghoa yang menyatakan "Tiada tempat lain meminta doa kecuali kepada Tian Tuhan Yang Maha Esa".
"Maka Generasi Muda Khonghucu Indonesia gemaku.org mengimbau dan mendesak pihak Kelenteng Tuban untuk segera membatalkan rencana atau membongkar patung tersebut karena sama sekali tidak sesuai dengan prinsip tradisi etnis Tionghoa yang mengedepankan kemanusiaan dan cinta kasih. Dan daripada mencederai kehidupan berbangsa maka sebaiknya segera patung tersebut dibongkar saja," katanya.
Ia menjelaskan bahwa ketika Kwan Seng Tee Koen menjadi gubernur di daerah Jingzhou justru menganjurkan pada seluruh pengikutnya untuk menghargai apa yang memang menjadi aturan rakyat Jingzhou.
Kwan Seeng Tee Koen juga merupakan salah seorang tokoh yang mengajarkan seseorang harus mengabdi dan cinta pada tanah air yang ditinggali olehnya di mana pun dia berada.
"Jika patung tersebut justru mencederai prinsip berbangsa maka Shen Ming Kwan Seng Tee Koen pun dipastikan tidak akan pernah sependapat jika dirinya disejajarkan dengan Sang Pencipta sebab ia adalah tokoh yang justru dijunjung tinggi karena kesetiaannya kepada persahabatan sejati dan patriotisme di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung," katanya.
Sementara soal pernyataan yang mengkaitkan Partai Komunis Tiongkok dengan patung tersebut, kata dia, adalah hal yang absurd karena zaman pada saat Kwan Seng Tee Koen hidup justru Republik Rakyat Tiongkok yang didirikan oleh Partai Komunis Tiongkok belum lahir dan belum ada.
"Bahkan kakeknya ketua Mao Zedong pun belum lahir pada zaman dan era Kwan Seng Tee Koen hidup yaitu pada zaman dinasti Han akhir yang dikenal pada zaman Sam Kok (Three Kingdom) pada tahun 221 M," katanya.
Oleh karena itu Generasi Muda Khonghucu Indonesia mengimbau kepada seluruh etnis Tionghoa Indonesia untuk selalu meneladani sikap Kwan Seng Tee Koen dengan sikap terpuji dan rasional dengan teladan prilaku, bukan justru menyembah patung dan menduakan sang Pencipta.
Sebelumnya patung dewa raksasa di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban menghebohkan lini masa selain karena ukurannya yang menjulang hampir 30 m juga karena ternyata belum mengantongi izin dari Pemda setempat.
Patung Kong Co Kwan Sing Tee Koen itu berdiri gagah di sebelah selatan lokasi area parkir kompleks kelenteng dan diinformasikan menghabiskan dana Rp2,5 miliar untuk pembangunannya.
Ketua Presidium Generasi Muda Khonghucu Indonesia (gemaku.org) Kris Tan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, menyatakan pembangunan patung di dalam Kompleks Kelenteng Tuban merupakan sikap yang tidak peka terhadap keutuhan berbangsa dan bernegara.
"Tuduhan yang beredar bahwa itu diprakarsai oleh umat Khonghucu adalah sebuah kekeliruan dan fitnah besar bagi penganut Khonghucu," katanya.
Ia menegaskan, dalam tradisi ajaran leluhur Tionghoa sama sekali tidak dikenal doktrin membangun ikon patung yang megah dan absurd yang bahkan menuju pada praktik-praktik menduakan Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut dia, dalam tradisi Khonghucu yang menjadi substansi religiusitas dan spiritualitas seseorang adalah bukan pada penyembahan terhadap benda-benda mati.
"Melainkan itu harus diejawantahkan dalam mencontoh prilaku dan meneladani sikap yang ditunjukan oleh Kwan Seng Tee Koen (Kwan Kong) yang kebetulan memang figur yang dianggap sebagai tokoh yang menjunjung tinggi Zhi, Ren, dan Yong yaitu Kebijaksanaan, Cinta kasih, dan Kebenaran," katanya.
Fenomena pengkultusan yang berlebihan, kata dia, justru telah menodai doktrin utama ajaran leluhur Tionghoa yang menyatakan "Tiada tempat lain meminta doa kecuali kepada Tian Tuhan Yang Maha Esa".
"Maka Generasi Muda Khonghucu Indonesia gemaku.org mengimbau dan mendesak pihak Kelenteng Tuban untuk segera membatalkan rencana atau membongkar patung tersebut karena sama sekali tidak sesuai dengan prinsip tradisi etnis Tionghoa yang mengedepankan kemanusiaan dan cinta kasih. Dan daripada mencederai kehidupan berbangsa maka sebaiknya segera patung tersebut dibongkar saja," katanya.
Ia menjelaskan bahwa ketika Kwan Seng Tee Koen menjadi gubernur di daerah Jingzhou justru menganjurkan pada seluruh pengikutnya untuk menghargai apa yang memang menjadi aturan rakyat Jingzhou.
Kwan Seeng Tee Koen juga merupakan salah seorang tokoh yang mengajarkan seseorang harus mengabdi dan cinta pada tanah air yang ditinggali olehnya di mana pun dia berada.
"Jika patung tersebut justru mencederai prinsip berbangsa maka Shen Ming Kwan Seng Tee Koen pun dipastikan tidak akan pernah sependapat jika dirinya disejajarkan dengan Sang Pencipta sebab ia adalah tokoh yang justru dijunjung tinggi karena kesetiaannya kepada persahabatan sejati dan patriotisme di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung," katanya.
Sementara soal pernyataan yang mengkaitkan Partai Komunis Tiongkok dengan patung tersebut, kata dia, adalah hal yang absurd karena zaman pada saat Kwan Seng Tee Koen hidup justru Republik Rakyat Tiongkok yang didirikan oleh Partai Komunis Tiongkok belum lahir dan belum ada.
"Bahkan kakeknya ketua Mao Zedong pun belum lahir pada zaman dan era Kwan Seng Tee Koen hidup yaitu pada zaman dinasti Han akhir yang dikenal pada zaman Sam Kok (Three Kingdom) pada tahun 221 M," katanya.
Oleh karena itu Generasi Muda Khonghucu Indonesia mengimbau kepada seluruh etnis Tionghoa Indonesia untuk selalu meneladani sikap Kwan Seng Tee Koen dengan sikap terpuji dan rasional dengan teladan prilaku, bukan justru menyembah patung dan menduakan sang Pencipta.
Sebelumnya patung dewa raksasa di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban menghebohkan lini masa selain karena ukurannya yang menjulang hampir 30 m juga karena ternyata belum mengantongi izin dari Pemda setempat.
Patung Kong Co Kwan Sing Tee Koen itu berdiri gagah di sebelah selatan lokasi area parkir kompleks kelenteng dan diinformasikan menghabiskan dana Rp2,5 miliar untuk pembangunannya.
Pewarta: Hanni Sofia Soepardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017
Tags: