Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Wakil Ketua Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Yudi Widiana Adia, tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.

"Perpanjangan penahanan untuk 40 hari ke depan terhadap tersangka Yudi Widiana Adia (YWA) dari 8 Agustus 2017 sampai 16 September 2017," kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati Iskak saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

KPK telah menahan Yudi Widiana Adia pada Rabu (19/7) terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2016.

"KPK menahan Yudi Widiana Adia (YWA) untuk 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (19/7).

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Yudi sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada 6 Februari 2017.

Yudi diduga menerima hadiah atau janji dari So Kok Seng alias Aseng sebagai Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa sebesar Rp4 miliar.

Atas perbuatannya, Yudi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Taun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sementara itu, Yudi seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/7) merasa senang soal penahanannya tersebut.

"Saya senang untuk segara diadili," kata Yudi yang sudah mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK itu.

Yudi pun mengaku namanya dicatut dalam kasus proyek PUPR.

(Baca juga: KPK periksa politisi PKS kasus korupsi PUPR)