WWF kampanye #30Claps untuk harimau sumatera
28 Juli 2017 20:18 WIB
WWF Indonesia berkampanye pelestarian hutan dan harimau di Sumatera, serta pengurangan pemakaian tisu bertajuk #30Claps (30 kali tepuk tangan) di Soho & Central Park, Jakarta Barat, Jumat (29/7/2017). (twitter.com/@WWF.ID)
Jakarta (ANTARA News) - Dana Suaka Margasatwa untuk Alam (WWF) Indonesia memulai kampanye #30Claps atau tepuk tangan 30 kali guna menekan deforestasi hutan habitat harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dengan mengurangi pemakaian tisu di masyarakat bertepatan dengan "Global Tiger Day 2017".
"Kadang sulit menghubungkan apa yang dikonsumsi masyarakat dengan kondisi alam dan lingkungan. Namun, setiap individu punya pilihan untuk mengkonsumsi apa yang akan berpengaruh dengan kondisi alam dan lingkungan tersebut," kata Direktur Kebijakan, Keberlanjutan dan Transformasi WWF Indonesia Aditya Bayunanda pada peluncuran kampanye #30Claps di Jakarta, Jumat.
Hal yang perlu diketahui, menurut dia, selama ini masyarakat mungkin berpikir bahwa Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit dan pulp and paper untuk ekspor. Padahal, sebanyak 50 persen produksi keduanya dikonsumsi di dalam negeri.
Produksi pulp and paper dan minyak kelapa sawit pada awalnya kebanyakan dengan cara membuka hutan alam, yang di Sumatera berarti menghilangkan habitat harimau sumatera, rumah masyarakat adat dan sekitar hutan.
"Tiga juta hektare hutan alam di Sumatera berubah menjadi hutan tanaman industri. Ada yang dikelola ada juga yang hanya diambil kayunya lalu diterlantarkan," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut dia, kampanye #30Claps sekaligus untuk mengajak masyarakat jeli membeli produk-produk perkayuan yang terbukti berlabel "Forest Stewardship Council" (FSC) yang tidak merusak hutan.
"Kalau memang tidak ada atau tidak bisa membeli yang berlabel atau bersertifikat tidak merusak hutan ya sudah, lebih baik kita pakai cara tepuk tangan saja," katanya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan WWF Indonesia dengan Creative Agency Hakuhodo menunjukkan masyarakat yang hidup di kota-kota besar Indonesia (54 persen) mempunyai kebiasaan menggunakan tiga lembar tisu untuk sekali mengeringkan tangan. Sedangkan dalam satu hari minimal satu orang mencuci tangan sebanyak tiga kali.
Dari perhitungan WWF, jika 54 persen dari 255 juta penduduk Indonesia yang tinggal di kota besar menggunakan tiga tisu per hari, maka sekira 1,24 miliar lembar tisu digunakan setiap hari.
Angka tersebut setara dengan sekira 1.550 pohon dibabat setiap hari, sekira satu hektare (ha) dengan jarak tanam akasia untuk umur tebang 6 hingga 8 tahun dengan kerapatan 1.100 sampai dengan 1.800 pohon per ha.
Sementara itu, Welly Adi selaku Manager Marketing Komunikasi Neo Soho dan Central Park mengatakan dengan ikut bergabung dan menjadi lokasi pertama kampanye tepuk tangan 30 kali harapannya bisa mengajak pengunjung berhemat dalam penggunaan tisu sekaligus air.
Menurut Welly, pusat perbelanjaannya bisa menghabiskan 2.000 kilogram (kg) tisu per tahun. Dengan mengikuti kampanye #30Claps ini harapannya bisa menekan pembelian tisu dan penggunaan air hingga 80 persen.
Campaign and Mobilization Manager WWF Indonesia Dewi Satriani mengatakan bertepuk tangan 30 kali memang tidak langsung membuat tangan kering 100 persen.
Meski demikian, dikemukakannya, sudah tidak perlu lagi menyeka tangan menggunakan tisu.
"Bertepuk tangan 30 kali membuat tangan masih tetap lembab, tidak langsung kering," ujar Dewi menambahkan.
"Kadang sulit menghubungkan apa yang dikonsumsi masyarakat dengan kondisi alam dan lingkungan. Namun, setiap individu punya pilihan untuk mengkonsumsi apa yang akan berpengaruh dengan kondisi alam dan lingkungan tersebut," kata Direktur Kebijakan, Keberlanjutan dan Transformasi WWF Indonesia Aditya Bayunanda pada peluncuran kampanye #30Claps di Jakarta, Jumat.
Hal yang perlu diketahui, menurut dia, selama ini masyarakat mungkin berpikir bahwa Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit dan pulp and paper untuk ekspor. Padahal, sebanyak 50 persen produksi keduanya dikonsumsi di dalam negeri.
Produksi pulp and paper dan minyak kelapa sawit pada awalnya kebanyakan dengan cara membuka hutan alam, yang di Sumatera berarti menghilangkan habitat harimau sumatera, rumah masyarakat adat dan sekitar hutan.
"Tiga juta hektare hutan alam di Sumatera berubah menjadi hutan tanaman industri. Ada yang dikelola ada juga yang hanya diambil kayunya lalu diterlantarkan," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut dia, kampanye #30Claps sekaligus untuk mengajak masyarakat jeli membeli produk-produk perkayuan yang terbukti berlabel "Forest Stewardship Council" (FSC) yang tidak merusak hutan.
"Kalau memang tidak ada atau tidak bisa membeli yang berlabel atau bersertifikat tidak merusak hutan ya sudah, lebih baik kita pakai cara tepuk tangan saja," katanya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan WWF Indonesia dengan Creative Agency Hakuhodo menunjukkan masyarakat yang hidup di kota-kota besar Indonesia (54 persen) mempunyai kebiasaan menggunakan tiga lembar tisu untuk sekali mengeringkan tangan. Sedangkan dalam satu hari minimal satu orang mencuci tangan sebanyak tiga kali.
Dari perhitungan WWF, jika 54 persen dari 255 juta penduduk Indonesia yang tinggal di kota besar menggunakan tiga tisu per hari, maka sekira 1,24 miliar lembar tisu digunakan setiap hari.
Angka tersebut setara dengan sekira 1.550 pohon dibabat setiap hari, sekira satu hektare (ha) dengan jarak tanam akasia untuk umur tebang 6 hingga 8 tahun dengan kerapatan 1.100 sampai dengan 1.800 pohon per ha.
Sementara itu, Welly Adi selaku Manager Marketing Komunikasi Neo Soho dan Central Park mengatakan dengan ikut bergabung dan menjadi lokasi pertama kampanye tepuk tangan 30 kali harapannya bisa mengajak pengunjung berhemat dalam penggunaan tisu sekaligus air.
Menurut Welly, pusat perbelanjaannya bisa menghabiskan 2.000 kilogram (kg) tisu per tahun. Dengan mengikuti kampanye #30Claps ini harapannya bisa menekan pembelian tisu dan penggunaan air hingga 80 persen.
Campaign and Mobilization Manager WWF Indonesia Dewi Satriani mengatakan bertepuk tangan 30 kali memang tidak langsung membuat tangan kering 100 persen.
Meski demikian, dikemukakannya, sudah tidak perlu lagi menyeka tangan menggunakan tisu.
"Bertepuk tangan 30 kali membuat tangan masih tetap lembab, tidak langsung kering," ujar Dewi menambahkan.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017
Tags: