Pangsa pasar game untuk pengembang lokal semakin tergerus
26 Juli 2017 23:51 WIB
Founder dan kepala bidang games Asosiasi Industri Kreatif Cakra (Cipta Kreasi Indonesia) Ivan Chen dalam penandatanganan MoU antara Cakra dengan True Axion Interactive di Jakarta, Rabu (26/7/2017). (ANTARA News/ Arindra Meodia)
Jakarta (ANTARA News) - Founder dan kepala bidang games Cakra (Cipta Kreasi Indonesia) Ivan Chen mengatakan bahwa pangsa pasar game untuk pengembang lokal semakin tergerus.
"Dua tahun yang lalu 1,2 persen, sekarang kurang dari 1 persen, jadi terus menerus tergerus," ujar Ivan ditemui usai penandatanganan MoU antara asosiasai industri kreatif Cakra dengan True Axion Interactive di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut menurut Ivan dikarenakan Indonesia belum memiliki program yang jelas untuk game.
Malaysia misalnya, mendapat dukungan dari pemerintah berupa program penggaji pegawai di mana pemerintah Malaysia menanggung setengahnya. Artinya, gaji pegawai yang merupakan kebutuhan terbesar di industri kreatif, 50 persen ditanggung oleh pemerintah.
"Kita enggak bisa kenapa? karena kita hanya mengenal barang dan jasa, enggak kenal IP(Intellectual Properties), jadi pendanaan di IP enggak ada," ujar Ivan.
Terlebih, saat ini game dijadikan satu dengan aplikasi dalam subsektor Badan Ekonomi Kreatif yang dinilai Ivan kurang tepat karena memiliki "nature" yang berbeda.
Sebagai informasi, data dari Asosiasi Cakra menunjukkan bahwa dari 255,7 juta populasi di Indonesia, 66 juta diantaranya merupakan populasi online, 42,8 juta merupakan gamers dan 56 persen mengeluarkan dana untuk melakukan pembelian games online.
Dari semua subsektor kreatif di Indonesia, industri game mencetak Compound Annual Growth Rate (CAGR) tertinggi hingga 200 persen setiap tahunnya.
Pendapatan industri game di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 321 juta dolar AS, 2016 sebesar 704 juta dolar AS dan telah membukukan 879.7 juta dolar AS sepanjang semester pertama 2017.
Bahkan, pada tahun 2016 Indonesia berada di urutan ke 17 dari 20 top negara dengan pendapatan game tertinggi di dunia, dan no.1 di Asia Tenggara.
Sayangnya, dari besarnya pasar game di Indonesia, market share yang dikuasi oleh pengembang lokal hanya kurang dari 1 persen dan 99 persen lebih lainnya dikuasai oleh asing.
"Dua tahun yang lalu 1,2 persen, sekarang kurang dari 1 persen, jadi terus menerus tergerus," ujar Ivan ditemui usai penandatanganan MoU antara asosiasai industri kreatif Cakra dengan True Axion Interactive di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut menurut Ivan dikarenakan Indonesia belum memiliki program yang jelas untuk game.
Malaysia misalnya, mendapat dukungan dari pemerintah berupa program penggaji pegawai di mana pemerintah Malaysia menanggung setengahnya. Artinya, gaji pegawai yang merupakan kebutuhan terbesar di industri kreatif, 50 persen ditanggung oleh pemerintah.
"Kita enggak bisa kenapa? karena kita hanya mengenal barang dan jasa, enggak kenal IP(Intellectual Properties), jadi pendanaan di IP enggak ada," ujar Ivan.
Terlebih, saat ini game dijadikan satu dengan aplikasi dalam subsektor Badan Ekonomi Kreatif yang dinilai Ivan kurang tepat karena memiliki "nature" yang berbeda.
Sebagai informasi, data dari Asosiasi Cakra menunjukkan bahwa dari 255,7 juta populasi di Indonesia, 66 juta diantaranya merupakan populasi online, 42,8 juta merupakan gamers dan 56 persen mengeluarkan dana untuk melakukan pembelian games online.
Dari semua subsektor kreatif di Indonesia, industri game mencetak Compound Annual Growth Rate (CAGR) tertinggi hingga 200 persen setiap tahunnya.
Pendapatan industri game di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 321 juta dolar AS, 2016 sebesar 704 juta dolar AS dan telah membukukan 879.7 juta dolar AS sepanjang semester pertama 2017.
Bahkan, pada tahun 2016 Indonesia berada di urutan ke 17 dari 20 top negara dengan pendapatan game tertinggi di dunia, dan no.1 di Asia Tenggara.
Sayangnya, dari besarnya pasar game di Indonesia, market share yang dikuasi oleh pengembang lokal hanya kurang dari 1 persen dan 99 persen lebih lainnya dikuasai oleh asing.
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: