Peneliti: industri halal bisa berkontribusi pada APBN
26 Juli 2017 16:33 WIB
ilustrasi: Diskusi Panel Peran Ekonomi Syariah Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memberikan sambutan saat membuka diskusi panel MUI dengan tema Peran Ekonomi Syariah dalam Arus Baru Ekonomi Indonesia di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (24/7/2017). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A) ()
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Ekonomi Islam Yudi Saputra menilai optimalisasi pengelolaan industri halal di Indonesia bisa memberikan kontribusi terhadap keberlangsungan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) secara signifikan.
"Optimalisasi industri halal di Indonesia saat ini merupakan momentum tepat untuk meningkatkan APBN pemerintah," kata Yudi, dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Yudi menjelaskan Indonesia dalam data Global Islamic Economy Report tahun 2016-2017 hanya berada pada posisi 10 sebagai produsen industri halal, serta menempati masing-masing posisi 9 dan 8 dalam sektor keuangan syariah dan obat-obatan serta kosmetika.
Padahal, secara keseluruhan total pengeluaran dunia dalam industri halal mencapai 2,97 triliun dolar AS, di antaranya sebanyak 1,9 triliun dolar AS merupakan sumbangan dari sektor makanan atau setara dengan Rp25.270 triliun.
Perkiraan angka itu belum termasuk nilai aset di sektor jasa keuangan syariah yang diproyeksikan mencapai 3,46 triliun dolar AS, dan sebanyak 2,72 triliun dolar AS di antaranya merupakan aset perbankan syariah.
"Data menyatakan bahwa industri makanan halal memiliki pasar yang sangat besar. Malaysia mampu bertengger pada posisi puncak, tapi Indonesia tidak termasuk dari 10 besar produsen industri makanan halal," kata peneliti dari Wiratama Institute ini.
Menurut Yudi, apabila target pendapatan negara pada 2016 ditetapkan sebesar Rp1.822 triliun, maka nilai tersebut berada pada kisaran 7,2 persen dari pasar industri makanan halal dunia.
Dengan demikian, kata dia, apabila Indonesia bisa menguasai 10 persen pasar industri makanan halal dunia, maka penerimaan negara diperkirakan bisa meningkat signifikan.
Menurutnya, hal itu merupakan data historis, karena rata-rata sektor industri diproyeksikan tumbuh sekitar delapan persen dalam empat tahun atau hingga tahun 2021.
"Jika dari potensi industri makanan halal dunia yang mencapai Rp25.270 triliun, Indonesia bisa meraup 10 persen porsinya, maka dipastikan penerimaan hanya dari industri makanan halal mencapai Rp2.527 triliun, lebih tinggi dari penerimaan negara tahun 2016," ujar Yudi pula.
(S034/B014)
"Optimalisasi industri halal di Indonesia saat ini merupakan momentum tepat untuk meningkatkan APBN pemerintah," kata Yudi, dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Yudi menjelaskan Indonesia dalam data Global Islamic Economy Report tahun 2016-2017 hanya berada pada posisi 10 sebagai produsen industri halal, serta menempati masing-masing posisi 9 dan 8 dalam sektor keuangan syariah dan obat-obatan serta kosmetika.
Padahal, secara keseluruhan total pengeluaran dunia dalam industri halal mencapai 2,97 triliun dolar AS, di antaranya sebanyak 1,9 triliun dolar AS merupakan sumbangan dari sektor makanan atau setara dengan Rp25.270 triliun.
Perkiraan angka itu belum termasuk nilai aset di sektor jasa keuangan syariah yang diproyeksikan mencapai 3,46 triliun dolar AS, dan sebanyak 2,72 triliun dolar AS di antaranya merupakan aset perbankan syariah.
"Data menyatakan bahwa industri makanan halal memiliki pasar yang sangat besar. Malaysia mampu bertengger pada posisi puncak, tapi Indonesia tidak termasuk dari 10 besar produsen industri makanan halal," kata peneliti dari Wiratama Institute ini.
Menurut Yudi, apabila target pendapatan negara pada 2016 ditetapkan sebesar Rp1.822 triliun, maka nilai tersebut berada pada kisaran 7,2 persen dari pasar industri makanan halal dunia.
Dengan demikian, kata dia, apabila Indonesia bisa menguasai 10 persen pasar industri makanan halal dunia, maka penerimaan negara diperkirakan bisa meningkat signifikan.
Menurutnya, hal itu merupakan data historis, karena rata-rata sektor industri diproyeksikan tumbuh sekitar delapan persen dalam empat tahun atau hingga tahun 2021.
"Jika dari potensi industri makanan halal dunia yang mencapai Rp25.270 triliun, Indonesia bisa meraup 10 persen porsinya, maka dipastikan penerimaan hanya dari industri makanan halal mencapai Rp2.527 triliun, lebih tinggi dari penerimaan negara tahun 2016," ujar Yudi pula.
(S034/B014)
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: