Jakarta (ANTARA News) - Dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Teguh Santosa, menyatakan pembuatan peta baru Indonesia sangat tepat di tengah gelombang pertarungan kepentingan tingkat kawasan dan dunia.

"Ini adalah sinyal yang cukup tegas dari Pemerintah Indonesia, tidak hanya untuk negara tetangga, tetapi juga untuk negara-negara lain di sekitar kawasan ," ujar Teguh di Jakarta, Sabtu.

Inisiatif membuat peta baru NKRI memperlihatkan komitmen kuat Indonesia dalam menciptakan kepastian hukum internasional dan menjaga perdamaian di kawasan, katanya.

Pemerintah berinisiatif membuat peta baru wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia guna membentengi kedaulatan dan menegakan kewibawaan negara dalam berinteraksi dengan negara-negara tetangga terdekat, dan menciptakan kepastian hukum internasional.

Teguh menilai, prakarsa itu bukan sinyal agresivitas Indonesia, melainkan sebuah upaya membantu negara-negara lain agar memiliki cara pandang yang sama mengenai batas-batas wilayah negara sehingga tidak saling mengganggu.

Indonesia menghormati kemerdekaan dan kedaulatan negara-negara lain, serta bersedia bekerja sama dengan mereka tanpa mengurangi masing-masing kedaulatan, katanya.

"Konsep laut nusantara yang diperjuangkan oleh pendahulu kita dan diakui UNCLOS memberikan kesempatan kepada dunia internasional untuk menggunakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) selama tidak bertentangan dengan kedaulatan dan perdamaian," ujarnya.

Dengan peta itu, Teguh berharap insiden di perairan Natuna tahun lalu saat kapal-kapal ikan milik China dengan leluasa memasuki perairan Indonesia tidak akan terulang.

Wakil Rektor Universitas Bung Karno (UBK) itu juga memuji penggunaan istilah Laut Natuna Utara dalam peta baru NKRI sebagai langkah yang cemerlang. Istilah Laut Natuna Utara digunakan untuk menggantikan istilah Laut China Selatan.

"Penggunaan istilah Laut Natuna Utara itu brilian, sebuah penegasan atas kedaulatan dan memperlihatkan penghormatan kita pada perdamaian dan stabilitas kawasan," tegas Teguh.

Selain mengganti istilah Laut China Selatan dengan Laut Natuna Utara, peta baru itu juga memuat batas wilayah perairan yang lebih tegas antara Indonesia dan Filipina, Malaysia, dan juga Palau (sekelompok pulau di daerah Mikronesia di sebelah tenggara Filipina) menyusul perjanjian perbatasan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan ketiga negara itu beberapa waktu lalu.

(T.KR-LWA/A013)