Waktu yang tepat untuk memulai jadi pengembang game
Oleh Natisha Andarningtyas
21 Juli 2017 17:40 WIB
(kiri-kanan) Koordinator Umum BEKRAF Game Prime 2017 Robi Baskoro, Deputi Infrastruktur BEKRAF Hari Santosa Sungkari, Deputi Akses Permodalan BEKRAF Fadjar Hutomo dan Ketua Asosiasi Game Indonesia Narenda Wicaksono saat jumpa pers di Jakarta. (ANTARA News/Natisha)
Jakarta (ANTARA News) - Mengembangkan game membutuhkan waktu tidak sedikit dan tentu butuh banyak percobaan sampai menemukan formula yang tepat.
Ketua Asosiasi Game Indonesia Narenda Wicaksono memperkirakan membuat game memerlukan waktu hingga tiga tahun.
"Membuat game yang diuji ada dua, konsistensi, mau mencoba terus dan sabar karena game enggak selalu berhasil," kata Narenda di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, waktu yang tepat untuk mulai mengembangkan game adalah saat kuliah karena harus mengalami jatuh-bangun. Paling tidak, setelah lulus kuliah, game yang diharapkan sudah selesai.
"Kalau mau mulai, dari zaman kuliah. Jadi, berdarah-darahnya pas kuliah," kata dia.
Pertimbangan lainnya, setelah lulus kuliah, tanggung jawab bertambah misalnya harus mencari pekerjaan.
Berdasarkan pengalamannya, Narenda masih menemukan keluarga yang tidak memahami dan tidak mendukung seseorang menjadi pengembang game karena dianggap "hanya main komputer".
Kendala dana
Narenda berpendapat semua orang memiliki ekspektasi sama terhadap game yang dianggap bagus, pasalnya, setiap orang, dengan perangkat apa pun memiliki kesempatan sama untuk mengunduh game.
Industri game, kata dia, tidak mengenal istilah "ada harga, ada kualitas". Orang yang memainkannya pada ponsel murah hinga mahal, misalnya untuk mobile game, memiliki persepsi yang mirip apakah game tersebut bagus atau jelek.
"Produsen game harus punya tolak ukur yang tinggi sekali. Orang harus kompetitif," kata dia.
Indonesia memiliki talenta yang dapat membuat game bagus, tapi, karena jumlahnya belum terlalu banyak dan pasar Indonesia besar, ia menarik kesimpulan masih kurang pengembang lokal dalam industri game Indonesia.
Kendala lainnya yang harus dihadapi pengembang game adalah kesulitan dalam mendapatkan dana karena banyak yang belum melirik game.
Tapi, ia melihat selalu ada cara, misalnya datang ke perusahaan teknologi besar dan mengajukan konsep game yang sedang dikembangkan.
Tidak selamanya bantuan yang diberikan berupa uang karena bisa saja berupa bantuan penyimpanan cloud, kata dia.
Dia juga menyarankan untuk memanfaatkan platform pengumpul dana seperti Kickstarter, untuk mewujudkan game impian.
(Baca: BEKRAF Game Prime 2017 digelar akhir Juli)
(Baca juga: Pemerintah siapkan Rp6 miliar untuk subsektor kuliner-aplikasi digital)
Ketua Asosiasi Game Indonesia Narenda Wicaksono memperkirakan membuat game memerlukan waktu hingga tiga tahun.
"Membuat game yang diuji ada dua, konsistensi, mau mencoba terus dan sabar karena game enggak selalu berhasil," kata Narenda di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, waktu yang tepat untuk mulai mengembangkan game adalah saat kuliah karena harus mengalami jatuh-bangun. Paling tidak, setelah lulus kuliah, game yang diharapkan sudah selesai.
"Kalau mau mulai, dari zaman kuliah. Jadi, berdarah-darahnya pas kuliah," kata dia.
Pertimbangan lainnya, setelah lulus kuliah, tanggung jawab bertambah misalnya harus mencari pekerjaan.
Berdasarkan pengalamannya, Narenda masih menemukan keluarga yang tidak memahami dan tidak mendukung seseorang menjadi pengembang game karena dianggap "hanya main komputer".
Kendala dana
Narenda berpendapat semua orang memiliki ekspektasi sama terhadap game yang dianggap bagus, pasalnya, setiap orang, dengan perangkat apa pun memiliki kesempatan sama untuk mengunduh game.
Industri game, kata dia, tidak mengenal istilah "ada harga, ada kualitas". Orang yang memainkannya pada ponsel murah hinga mahal, misalnya untuk mobile game, memiliki persepsi yang mirip apakah game tersebut bagus atau jelek.
"Produsen game harus punya tolak ukur yang tinggi sekali. Orang harus kompetitif," kata dia.
Indonesia memiliki talenta yang dapat membuat game bagus, tapi, karena jumlahnya belum terlalu banyak dan pasar Indonesia besar, ia menarik kesimpulan masih kurang pengembang lokal dalam industri game Indonesia.
Kendala lainnya yang harus dihadapi pengembang game adalah kesulitan dalam mendapatkan dana karena banyak yang belum melirik game.
Tapi, ia melihat selalu ada cara, misalnya datang ke perusahaan teknologi besar dan mengajukan konsep game yang sedang dikembangkan.
Tidak selamanya bantuan yang diberikan berupa uang karena bisa saja berupa bantuan penyimpanan cloud, kata dia.
Dia juga menyarankan untuk memanfaatkan platform pengumpul dana seperti Kickstarter, untuk mewujudkan game impian.
(Baca: BEKRAF Game Prime 2017 digelar akhir Juli)
(Baca juga: Pemerintah siapkan Rp6 miliar untuk subsektor kuliner-aplikasi digital)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017
Tags: