Jakarta (ANTARA News) - Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menyatakan pihaknya secara resmi sudah mendaftarkan permohonan pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (ormas) di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami sudah dapatkan permohonan pengujian Perppu Nomor 2 Tahun 2017 kepada MK atas nama pemohon adalah HTI," ujar Yusril di Gedung MK Jakarta, Selasa.

Yusril mengatakan HTI sebagai satu badan hukum publik mengajukan permohonan ke MK untuk menguji beberapa pasal maupun keseluruhan dari ketentuan dalam Perppu Ormas tersebut.

"Kami anggap seluruhnya bertentangan dengan UUD 1945," ujar Yusril.

Oleh sebab itu, HTI selaku pemohon, meminta kepada MK untuk membatalkan seluruh Perppu Nomor 2 Tahun 2017, atau setidaknya beberapa pasal yang terdapat di dalamnya yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Lebih lanjut Yusril mengatakan adanya rumusan di dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang dinilai tidak jelas terutama terkait dengan pembubaran ormas yang menganut atau menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila.

"Menurut hemat kami, kemungkinan bisa digunakan sewenang-wenang oleh penguasa," kata Yusril.

HTI selaku Pemohon kini tinggal menunggu panggilan dari MK untuk mendapatkan jadwal persidangan.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017, perubahan atas UU No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 ini dinilai tidak lagi memadai dalam mencegah meluasnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Alasan dikeluarkannya Perppu tersebut juga karena tidak adanya asas hukum "contrario actus" dalam Undang-Undang Ormas, yang mana kementerian pemberi izin ormas (Kemenkumham), kemudian juga memiliki kewenangan untuk mencabut atau membatalkannya.

Selain itu, dalam UU Ormas pengertian ajaran dan tindakan bertentangan Pancasila dirumuskan secara sempit dan terbatas pada atheisme, komunisme, marxisme dan Leninisme. Padahal sejarah di Indonesia membuktikan ajaran-ajaran lain juga bisa menggantikan atau bertentangan dengan Pancasila.

Oleh karena itu, pemerintah kemudian menerbitkan Perppu Ormas.

(Baca: HTI merasa menjadi target pertama Perppu Ormas)