Jakarta (ANTARA News) - Harta Ketua DPR RI Setya Novanto, yang akrab dengan sapaan Setnov, menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diserahkannya pada 2015 mencapai Rp114,769 miliar dan 49.150 dolar Amerika Serikat (AS) .

Berdasarkan laman Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai LHKPN di https://acch.kpk.go.id yang dikutip di Jakarta, Senin (17/7), tercatat Setnov, yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya (Golkar), terakhir melaporkan hartanya pada 13 April 2015.

Harta Setnov itu terdiri atas tanah dan bangunan dengan total nilai mencapai Rp81,736 miliar yang berada di 11 lokasi di Jakarta Selatan, satu lokasi di Kota Kupang (Nusa Tenggara Timur/NTT), tujuh lokasi di Kabupaten Bogor (Jawa Barat), tiga lokasi di Jakarta Barat dan satu lokasi di Kota Bekasi (Jawa Barat).

Setnov juga masih memiliki alat transportasi dan mesin lainnya senilai Rp2,3543 miliar, terdiri atas mobil Toyota Alphard (Rp600 juta), Toyota Vellfire (Rp900 juta), Jeep Commander (Rp500 juta), motor Suzuki (Rp3 juta), mobil Mitshubisi (Rp50 juta) dan mobil Toyota Camry (Rp300 juta).

Harta lain yang tercatat adalah harta bergerak berbentuk logam mulia, batu mulia dan benda bergerak lain senilai Rp932,5 juta serta surat berharga sejumlah Rp8,45 miliar.

Masih ada harta berupa giro dan setara kas lainnya senilai Rp21,297 miliar dan 49.150 dolar AS sehingga total harta Setnov mencapai Rp114,769 miliar dan 49.150 dolar AS.

Jumlah itu 1,5 kali lipat lebih banyak dibanding harta Setnov pada pelaporan 28 Desember 2009 yang "hanya" berjumlah Rp73,789 miliar dan 17.781 dolar AS. Ketika itu Setnov masih anggota DPR dari fraksi Golkar.

Pada Senin (17/7), KPK mengumumkan Setya Novanto (SN) sebagai tersangka dalam kasus kartu tanda penduduk berbasis pencatatan terpadu secara elektronik (KTP-e) dengan sangkaan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 Undang Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.

Setnov, yang saat penganggaran dan pelaksanaan KTP-e itu berlangsung pada 2011-2012 menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar, diduga berperan melalui seorang pengusaha bernama Andi Agustinus (AA) alias Andi Narogong.

"Saudara SN melalui AA diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR, dan proses pengadaan barang dan jasa KTP-E. SN melalui AA diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa KTP-E," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.