"Nanti agar digunakan sebaik-baiknya," kata Puan pada acara Peresmian Sarana dan Prasarana JIAT.
Ia berharap aparat desa dan masyarakat sekitar Joho dapat memelihara fasilitas JIAT tersebut. Dengan begitu, irigasi di kawasan tersebut dapat terjamin secara berkelanjutan terlebih hasil pertanian di daerah itu tergolong baik.
"Mau enggak merawat dan memelihara? Saya siap lihat lagi nanti ke sini. Di sini cabainya besar-besar, gendut-gendut," tanya Puan kepada masyarakat di Joho.
JIAT di Joho itu memiliki kemampuan menyuplai air tanah sebanyak 15 liter per detik. Air tersebut didapat dari pengeboran sumur jenis pompa submersible.
Fasilitas JIAT itu mampu mengairi lahan pertanian seluas 25 hektare sehingga Puan berharap infrastruktur untuk umum tersebut bisa dimanfaatkan masyarakat.
Program JIAT tersebut dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan koordinasi di bawah Kemenko PMK.
Selain fasilitas JIAT di Joho, Kemenpupera juga membangun fasilitas serupa di berbagai tempat, seperti di Desa Majegan (Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten) dan Kragan (Gondangrejo, Karanganyar).
Terdapat pula fasilitas JIAT di Rejosari (Gondangrejo, Karanganyar), Suwatu (Tanon, Sragen), dan Pengkol (Tanon, Sragen).
JIAT merupakan sistem pemanfaatan air tanah untuk irigasi telah dikembangkan pemerintah sejak 1970, dimulai di daerah cekungan Wilis-Lawu, Kabupaten Kediri-Nganjuk, Jawa Timur.
Fasilitas tersebut biasa digunakan di daerah subur tetapi sulit irigasi sehingga dengan rekayasa teknologi membuat air dapat dipompa dari dalam permukaan tanah.
JIAT cukup membantu intensifikasi pertanian di berbagai daerah di Indonesia.
"Pada musim kemarau kering tapi tanah subur seperti ini harus bisa dioptimalkan secara gotong royong. Penting sekali dan bermanfaat. Kami dorong agar ini bisa untuk kebutuhan petani dan masyarakat. Sekarang kebutuhan masyarakat bukan cuma makan sehat, melainkan juga air bersih dan MCK sehat," katanya.