Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin sore, bergerak menguat menjadi Rp13.320 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.339 per dolar Amerika Serikat (AS).

"Kurs rupiah terapresiasi terhadap dolar AS seiring dengan respons positif pelaku pasar uang terhadap data neraca perdagangan Indonesia," kata analis Monex Investindo Futures, Faisyal di Jakarta, Senin.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan pada Juni 2017 sebesar 1,63 miliar dolar AS. Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia periode Januari-Juni 2017 mencapai 7,63 miliar dolar AS.


Kinerja ekspor pada periode tersebut mencapai 79,96 miliar dolar AS dan impor sebesar 72,33 miliar dolar AS.

Faisyal menambahkan bahwa penguatan rupiah pada awal pekan ini, juga seiring dengan data inflasi dan penjualan ritel Amerika Serikat.



Data inflasi AS pada Juni menunjukkan tidak adanya kenaikan, setelah turun 0,1 persen dari periode sebelumnya. Hasil itu dianggap negatif karena pasar sebelumnya mengekspektasikan pertumbuhan 0,1 persen.

Sementara itu, lanjut dia, data penjualan ritel Juni juga menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan yaitu turun 0,2 persen, lebih rendah dari periode sebelumnya, dan dari ekspektasi.

"Data ekonomi Amerika Serikat yang pesimis telah meredupkan ekspektasi untuk kenaikan suku bunga AS yang lebih cepat dari perkiraan pasar," katanya.

Sementara itu, ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta menambahkan bahwa data ekonomi Amerika Serikat yang diluar perkiraan pasar juga turut membuat mata uang dolar AS cenderung mengalami tekanan terhadap mata uang di kawasan Asia.

Kendati demikian, lanjut Rangga Cipta, potensi penguatan rupiah ke depannya bisa tertahan jika bank sentral Eropa (ECB) kembali menegaskan pengurangan stimulus keuangannya.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin (17/7) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp13.313 dibandingkan hari sebelumnya (Jumat, 14/7) Rp13.347 per dolar AS.