Sentul, Jawa Barat (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, mengharapkan otoritas aplikasi Telegram juga memblokir konten terorisme dalam jaringan telepon genggam serta memperjelas prosedur operasi standard untuk memutus materi radikalisme di dalamnya.

"Itu yang kami harapkan dari otoritas Telegram. Sudah ada pengakuan dari yang bersangkutan pertamanya menolak. Oleh sebab itu kami harap ada SOP, lebih jelasnya kami tanya Kementerian Komunikasi dan Informatika kalau tidak salah besok, harusnya hari ini rilisnya," kata dia, di Kantor BNPT Sentul, Bogor, Jawa Barat, Senin.

Ia mengatakan, pemblokiran terhadap aplikasi telegram sudah melalui evaluasi bersama seluruh aparat penegak hukum terkait yang dipimpin Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Hal itu karena terbukti banyak digunakan untuk menyebar konten terorisme.

Karena itu, menurut dia, tidak mungkin pemerintah berdiam diri dengan sejumlah materi radikal hingga perakitan alat peledak beredar melalui media sosial terutama telegram yang kini telah ditindak itu.

Alius juga mengharapkan masyarakat ikut bersinergi dan berprasangka baik terhadap langkah yang diambil pemerintah terkait pemblokiran tersebut.

Bahkan, kata dia, BNPT dan lembaga pemerintah lainnya terbuka terhadap masukan masyarakat tentang aplikasi lain yang perlu diwaspadai dalam menganggulangi terorisme.

"Justru kami mengharapkan masukan dari teman-teman dan masyarakat mana lagi aplikasi yang perlu dilaporkan," ujarnya.

Ia juga menekankan pemerintah akan terus konsen terhadap efek teknologi yang berkembang untuk bertindak lebih cepat di awal mengantisipasi terorisme. Langkah itu adalah tindakan visioner dari kalimat mencegah lebih baik daripada mengobati.