Pemerintah tak ganti nama Laut China Selatan
17 Juli 2017 13:28 WIB
Ilustrasi peta kawasan Laut China Selatan, yang berbatasan langsung dengan perairan Kepulauan Natuna, Indonesia di sisi selatannya. China mengklaim secara sepihak hampir semua Laur China Selatan, dan menerapkan area udara pertahanan di atas wilayah itu. Sampai kini China tidak menetapkan koordinat pasti Sembilan Garis Putus-putus yang dijadikan dasar klaim sepihak mereka. (www,beforeitnews.com)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Pandjaitan, menegaskan pemerintah tidak mengganti nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara yang memicu kritik dari China.
"Perubahan peta sebenarnya yang di daerah kita saja yang dikaji. Tidak mengganti Laut China Selatan itu. Tidak," katanya, seusai membuka Kongres Teknologi Nasional 2017, di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, pemutakhiran peta wilayah Indonesia dilakukan khusus di dalam zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil laut dan landas kontinen. "Di dalam zona 200 mil laut itu yang sedang kami kaji," tuturnya.
Namun, Panjaitan enggan berkomentar lebih lanjut terkait respon China atas penamaan Laut Natuna Utara untuk mengganti Laut China Selatan yang mengganggap perubahan nama laut itu tidak masuk akal dan tidak sesuai standar penyebutan wilayah internasional.
"Nanti kita lihat," ujarnya singkat.
Sebelumnya, pemerintah resmi memutakhirkan peta wilayah kedaulatan Indonesia dengan menitikberatkan perbatasan laut Indonesia dengan negara lain.
Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, mengatakan, perubahan peta dilakukan atas perkembangan hukum internasional juga penetapan batas maritim dengan negara tetangga.
Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah penamaan resmi Laut Natuna Utara untuk wilayah perairan di bagian utara Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau. Inilah gugus kepulauan Indonesia paling luar, yang langsung berbatasan dengan perairan Laut China Selatan, yang diklaim enam negara.
Dia menjelaskan penamaan wilayah yang sebelumnya disebut Laut China Selatan itu disesuaikan agar sejalan dengan sejumlah kegiatan pengelolaan migas yang dilakukan di sana.
Selama ini, sejumlah kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas telah menggunakan nama Natuna Utara, Natuna Selatan atau North East Natuna dalam nama proyeknya.
"Jadi supaya ada satu kejelasan atau kesamaan antara landas kontinen dengan kolom air di atasnya, jadi tim nasional sepakat agar kolom air itu disebutkan sebagai Laut Natuna Utara," ungkapnya.
Sesuai peta lama Indonesia edisi 1953, keterangan mengenai Laut China Selatan itu hampir mendekati wilayah Laut Jawa.
"Jadi ujung laut Jawa yang berbatasan dengan Selat Karimata itu pada 1953 masih dalam klasifikasi Laut China Selatan," katanya.
Namun, karena peta 1953 itu merupakan dokumen lama, maka pemerintah terus melakukan pemutakhiran dengan memasukkan dan memberikan nama baru di sejumlah wilayah Nusantara.
Penamaan Laut Natuna sendiri, lanjut dia, sebelumnya juga telah ditetapkan pada 2002, kendati sejak 1970an eksplorasi migas di sana telah menggunakan nama Natuna Utara.
Havas mengatakan Indonesia memiliki kewenangan untuk memberikan nama wilayah di wilayah teritorial Tanah Air. Adapun untuk kepentingan pencatatan resmi secara internasional dapat dilakukan melalui forum khusus pencatatan nama laut, yakni Organisasi Hidrografi Internasional.
Dalam hal ini, organ TNI AL, yaitu Pusat Hidrografi-Oseanografi menjadi anggota forum dunia itu.
"Perubahan peta sebenarnya yang di daerah kita saja yang dikaji. Tidak mengganti Laut China Selatan itu. Tidak," katanya, seusai membuka Kongres Teknologi Nasional 2017, di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, pemutakhiran peta wilayah Indonesia dilakukan khusus di dalam zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil laut dan landas kontinen. "Di dalam zona 200 mil laut itu yang sedang kami kaji," tuturnya.
Namun, Panjaitan enggan berkomentar lebih lanjut terkait respon China atas penamaan Laut Natuna Utara untuk mengganti Laut China Selatan yang mengganggap perubahan nama laut itu tidak masuk akal dan tidak sesuai standar penyebutan wilayah internasional.
"Nanti kita lihat," ujarnya singkat.
Sebelumnya, pemerintah resmi memutakhirkan peta wilayah kedaulatan Indonesia dengan menitikberatkan perbatasan laut Indonesia dengan negara lain.
Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, mengatakan, perubahan peta dilakukan atas perkembangan hukum internasional juga penetapan batas maritim dengan negara tetangga.
Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah penamaan resmi Laut Natuna Utara untuk wilayah perairan di bagian utara Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau. Inilah gugus kepulauan Indonesia paling luar, yang langsung berbatasan dengan perairan Laut China Selatan, yang diklaim enam negara.
Dia menjelaskan penamaan wilayah yang sebelumnya disebut Laut China Selatan itu disesuaikan agar sejalan dengan sejumlah kegiatan pengelolaan migas yang dilakukan di sana.
Selama ini, sejumlah kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas telah menggunakan nama Natuna Utara, Natuna Selatan atau North East Natuna dalam nama proyeknya.
"Jadi supaya ada satu kejelasan atau kesamaan antara landas kontinen dengan kolom air di atasnya, jadi tim nasional sepakat agar kolom air itu disebutkan sebagai Laut Natuna Utara," ungkapnya.
Sesuai peta lama Indonesia edisi 1953, keterangan mengenai Laut China Selatan itu hampir mendekati wilayah Laut Jawa.
"Jadi ujung laut Jawa yang berbatasan dengan Selat Karimata itu pada 1953 masih dalam klasifikasi Laut China Selatan," katanya.
Namun, karena peta 1953 itu merupakan dokumen lama, maka pemerintah terus melakukan pemutakhiran dengan memasukkan dan memberikan nama baru di sejumlah wilayah Nusantara.
Penamaan Laut Natuna sendiri, lanjut dia, sebelumnya juga telah ditetapkan pada 2002, kendati sejak 1970an eksplorasi migas di sana telah menggunakan nama Natuna Utara.
Havas mengatakan Indonesia memiliki kewenangan untuk memberikan nama wilayah di wilayah teritorial Tanah Air. Adapun untuk kepentingan pencatatan resmi secara internasional dapat dilakukan melalui forum khusus pencatatan nama laut, yakni Organisasi Hidrografi Internasional.
Dalam hal ini, organ TNI AL, yaitu Pusat Hidrografi-Oseanografi menjadi anggota forum dunia itu.
Pewarta: Ade Junida
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017
Tags: