Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR, Meutha Hafid, mendukung pemerintah membersihkan dunia maya dari berbagai konten berbau berita dan informasi bohong dan penyebaran berbagai bentuk radikalisme di sejumlah media sosial.

"Kami mendukung langkah pemerintah mengambil tindakan tegas membersihkan dunia maya dari konten radikalisme dan terorisme," kata dia, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.

Untuk itu, ujar dia, berbagai perusahaan media sosial juga seharusnya kooperatif dan mendukung langkah pemerintah dalam menangkal berbagai berita yang menyesatkan di masyarakat.

Apalagi terorisme semakin mengancam dan membahayakan seluruh orang, serta perekrutan kerap dilakukan melalui media sosial dan berbagai berita menyesatkan.

Politikus Partai Golkar itu menegaskan, masyarakat seharusnya mendapatkan informasi yang benar dan bukan informasi yang provokatif.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga diharapkan dapat membuat program literasi media agar masyarakat memahami sumber berita yang jelas validitasnya.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR, Sukamta, menegaskan, penting sekali ada regulasi pemerintah yang spesifik mengenai pemblokiran situs atau aplikasi berbasis elektronik.

Pemerintah, kata dia, sebaiknya menempuh pembinaan mengingat cara kerja pemblokiran belum jelas dan baku.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengemukakan, pemblokiran bisa menjadi jalan terakhir setelah pembinaan dan peringatan sudah dilakukan tapi ternyata tidak membawa hasil.

"Pemerintah kan sudah mengamati lama dan kita kan negara yang mementingkan keamanan negara, keamanan masyarakat," kata Presiden Jokowi, kepada wartawan usai memberikan kuliah umum, di Akademi Bela Negara Partai NasDem, di Jakarta, Minggu (16/7).

Jokowi menyebutkan di media sosial itu ditemukan ribuan yang dikategorikan dapat mengganggu keamanan negara dan keamanan masyarakat.

Sebelumnya Pemerintah Indonesia terhitung mulai Jumat (14/7) resmi memblokir layanan percakapan instan Telegram dengan alasan Telegram "dapat membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme".



(Baca juga: Presiden: pemblokiran medsos tidak serta merta)