Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Komisi Pemilihan Umum terkait dengan uji materi ketentuan Pasal 9 UU Pilkada.

"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung MK Jakarta, Senin.

Amar putusan Mahkamah menyebutkan bahwa Pasal 9 huruf a UU Pilkada sepanjang frasa "...yang keputusannya bersifat mengikat", bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Adapun ketentuan tersebut mengharuskan KPU berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam membuat peraturan KPU.

Mahkamah dalam pertimbangannya kemudian menyebutkan bahwa "...yang keputusannya bersifat mengikat" telah menghalangi KPU dalam melaksanakan kewenangannya untuk merumuskan peraturan KPU dan pedoman teknis.

"Sehingga kewenangan itu menjadi tidak dapat dilaksanakan sebab menjadi tidak jelas keputusan mana atay apa yang harus dilaksanakan oleh KPU," ujar Hakim Konstitusi membacakan pertimbangan Mahkamah.

Hal ini kemudian dinilai Mahkamah dapat mengancam agenda ketatanegaraan yang bergantung pada peraturan KPU dan pedoman teknis KPU.

Frasa "...yang keputusannya bersifat mengikat" secara teknis perundang-undangan dinilai Mahkamah menjadi berlebihan, karena tanpa frasa tersebut KPU akan tetap melaksanakan kesepakatan yang dicapai dalam konsultasi atau forum dengar pendapat.

Selanjutnya Mahkamah berpendapat bila tidak tercapai kesepakatan dalam forum konsultasi, maka KPU sebagai lembaga dijamin kemandiriannya oleh UUD 1945 dan tidak boleh tersandera dalam melaksanakan kewenangannya dalam membuat peraturan KPU dan pedoman teknis.

"Sebab lembaga inilah yang bertanggung jawab untuk menjamin bahwa Pemilu dan Pilkada terlaksana secara demokratis," ujar Hakim Konstitusi.

Pada sidang pendahuluan, KPU menyebutkan bahwa Pasal 9 huruf a UU Pilkada telah mengancam kemandirian KPU dalam menyusun dan menetapkan Peraturan KPU.

Menurut KPU selaku Pemohon, lembaga penyelenggara Pemilu tidak boleh tunduk pada arahan dari pihak lain, baik itu pihak berwenang maupun partai politik.