Bantul (ANTARA News) - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta menerima tiga aduan terkait dengan pelaksanaan penerimaan peserta didik baru "online" tahun ajaran 2017/2018 jenjang sekolah menengah atas sederajat di provinsi ini.

"Pihak Ombudsman kemarin (Rabu, 5/7) siang terima aduan dari masyarakat terkait dengan penyelenggaraan PPDB online dari tiga SMA," kata Koordinator Penyelesaian Laporan ORI DIY Joko Susilo Wahyono di sela memantau PPDB "online" di SMA 1 Bantul, Kamis.

Menurut dia, tiga SMA yang proses PPDB "online" dikeluhkan orang tua calon siswa itu adalah dua di Kota Yogyakarta, yaitu SMA Negeri I Yogyakarta dan SMA Negeri III Yogyakarta, serta satu SMA di Kabupaten Bantul, yaitu SMA Banguntapan.

"Aduannya terkait dengan pergeseran data pendaftar yang dari online harusnya dia masuk ke pilihan kedua itu tetapi pilihan yang lain. Namun, untuk lebih teknisnya silakan tanyakan kepada asisten saya," katanya.

Sementara itu, Asisten Ombudsman DIY Pamorti mengatakan bahwa di SMA Banguntapan terdapat kuota siswa baru 224 siswa untuk jalur reguler 179 siswa dan untuk yang surat keterangan tidak mampu (SKTM) sebanyak 45 siswa.

"Jadi, kemarin yang jadi permasalahan banyak komplain ke Ombudsman ketika ada masyarakat yang nilainya masih masuk kuota, tiba-tiba terlempar itu karena mereka tidak tahu kalau ada kuota reguler yang sebanyak 179 itu," katanya.

Dalam PPDB "online" SMA ada dua jalur. Akan tetapi, dari sistem SKTM yang kuotanya 20 persen dari reguler tersebut masyarakat belum paham kalau kuota 20 persen itu untuk pemilik SKTM.

"Tadi di webnya itu terdapat penjelasan jika 20 persen itu tidak terpenuhi bisa untuk sistem reguler," katanya.

Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan DIY Budhi Masturi mengatakan bahwa pihaknya menerjunkan empat tim pemantau penyelenggaraan PPDB, yakni di Kabupaten Gunung Kidul, Kulon Progo, Bantul, dan Kabupaten Sleman.

"Kanal pengaduan Ombudsman RI juga sudah masuk beberapa informasi dan laporan masyarakat, antara lain, dua SMA di Yogyakarta yang mencantumkan jumlah kuota siswa lebih kecil daripada kuota sebenarnya," katanya.