Yogyakarta (ANTARA News) - Asosiasi Tour dan Travel Agen Daerah Istimewa Yogyakarta meminta Pemerintah Kota Yogyakarta serius menjaga citra Malioboro, di antaranya dengan memastikan seluruh pedagang kuliner di kawasan itu memasang harga yang wajar.

"Citra itu perlu dijaga karena hingga saat ini Malioboro masih menjadi maskot pariwisata di Kota Yogyakarta ," kata Ketua Asosiasi Tour dan Travel Agen (Asita) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Udhi Sudhiyanto di Yogyakarta, Rabu.

Menurut Udhi, munculnya oknum pedagang kuliner di Kawasan Malioboro yang menaikkan harga di luar kewajaran saat momen libur Lebaran 2017 cukup meresahkan para pengusaha biro travel wisata di DIY. Kejadian itu, menurut dia, dikhawatirkan secara berangsur-angsur menurunkan minat wisatawan datang kembali ke Malioboro.

"Kami khawatir wisatawan akan kapok datang lagi ke Yogyakarta, khususnya Malioboro. Apalagi selama ini kami sudah berhasil menceritakan Yogyakarta sebagai pilihan destinasi wisata yang murah, ini kok tiba-tiba mahal," kata Udhi.

Ia berharap Pemerintah Kota Yogyakarta, pihak Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro, serta peguyuban pedagang kaki lima (PKL) di kawasan itu segera duduk bersama merumuskan solusi agar di kemudian hari peristiwa penetapan harga secara semena-mena tidak terulang kembali.

Menurut dia, Pemkot Yogyakarta dapat memfasilitasi para pedagang di Kawasan Malioboro untuk membuat aturan yang bisa mereka sepakati bersama. "Jadi tidak perlu pemerintah yang membuat aturan, sehingga ketika mereka melanggar mereka harus konsekuen dengan apa yang sudah mereka sepakati," kata dia.

Selain persoalan harga kuliner, Asita DIY juga menyoroti persoalan tarif parkir di kawasan wisata Kota Yogyakarta yang kerap dinaikkan secara sepihak saat kunjungan wisata ke Kota Gudeg itu meningkat. "Persoalan parkir juga kami harap menjadi perhatian bersama," kata dia.

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta-Jawa Tengah berdasarkan hasil kajian yang dilakukan pada April hingga Juni 2017 mencatat adanya potensi maladministrasi pengelolaan layanan parkir di Kota Yogyakarta.

Asisten ORI DIY-Jateng, Dahlena menyebutkan berdasarkan kajian sementara di lapangan maladministrasi dalam aspek operasional yang ditemukan antara lain tidak adanya publikasi informasi tarif di tempat parkir, dugaan pungutan liar atau pemberlakuan tarif yang tidak sesuai ketentuan, serta maraknya parkir liar.

Hal itu terjadi di beberapa lokasi, seperti di Taman Parkir Ngabean dan lokasi parkir depan Kantor Pos besar yang menurut dia, ORI sama sekali tidak menemukan papan informasi tarif parkir.

"Tarif parkir juga banyak yang tidak menentu. Pada musim ramai tarif bisa dikenakan Rp3.000-Rp5.000 untuk roda dua, Rp10.000-Rp15.000 untuk mobil, dan Rp50.000-Rp70.000 untuk bus," kata Dahlena.