Cara memaksimalkan potensi anak autis
5 Juli 2017 16:09 WIB
Hari Autis Internasional. Seorang anak penderita autisme merangkai manik-manik untuk di jadikan gelang pada kampanye kegiatan Hari Peduli Autis Internasional di Anjungan Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (2/4/2017). Kampanye peduli autis tersebut dimaksudkan agar lebih banyak warga khususnya orang tua lebih paham tentang autisme agar anak dengan gejala autisme dapat terdeteksi sedini mungkin. (ANTARA FOTO/Dewi Fajriani)
Jakarta (ANTARA News) - Setiap anak memiliki potensi yang bisa dikembangkan, hal ini juga berlaku bagi anak-anak berkebutuhan khusus seperti autis.
Orangtua bertugas menggali bakat dan minat anak autis agar kemampuannya bisa dimaksimalkan, kata Dessy Arnas, Professional Image Coach - President Elect International Coach Federation Jakarta.
"Salah satunya adalah seni yang bisa dieksplorasi untuk menggali kreativitas anak autis," kata Dessy.
Bila potensinya sudah tergali, anak autis bisa menghasilkan karya yang tak kalah atau bahkan lebih hebat ketimbang anak normal lainnya.
Sebut saja Michael Anthony, remaja Indonesia ini terlahir tuna netra dan autis tapi ia bisa jadi pianis yang bisa menggelar resital piano tunggal. Michael pun meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia.
"Selain melatih kreativitas, seni juga bisa membangun kepercayaan diri anak," katanya.
Orang-orang yang berada di sekitar anak autis, seperti orangtua dan pengasuh, juga harus lebih mencurahkan perhatian untuk mereka.
Selain itu, penting juga untuk tidak "mengekang" anak autis dari lingkungan sekitar. Menyekolahkan anak ke sekolah umum yang menyediakan fasilitas untuk anak berkebutuhan khusus bisa jadi pilihan untuk membiasakan anak hidup di tengah masyarakat.
"Tentu tidak ditinggalkan begitu saja, ada pendampingan dari sekolah atau orangtua," katanya.
Di sisi lain, teman-teman sebaya di sekolah juga harus diberi pemahaman agar tidak membeda-bedakan anak berkebutuhan khusus. Dessy mengatakan setiap anak sebaiknya diajari untuk menyadari bahwa semua orang bisa berkarya dan bermanfaat, termasuk anak autis.
(Baca juga: Festival kreativitas anak autis "Funtaustic" perdana digelar)
Orangtua bertugas menggali bakat dan minat anak autis agar kemampuannya bisa dimaksimalkan, kata Dessy Arnas, Professional Image Coach - President Elect International Coach Federation Jakarta.
"Salah satunya adalah seni yang bisa dieksplorasi untuk menggali kreativitas anak autis," kata Dessy.
Bila potensinya sudah tergali, anak autis bisa menghasilkan karya yang tak kalah atau bahkan lebih hebat ketimbang anak normal lainnya.
Sebut saja Michael Anthony, remaja Indonesia ini terlahir tuna netra dan autis tapi ia bisa jadi pianis yang bisa menggelar resital piano tunggal. Michael pun meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia.
"Selain melatih kreativitas, seni juga bisa membangun kepercayaan diri anak," katanya.
Orang-orang yang berada di sekitar anak autis, seperti orangtua dan pengasuh, juga harus lebih mencurahkan perhatian untuk mereka.
Selain itu, penting juga untuk tidak "mengekang" anak autis dari lingkungan sekitar. Menyekolahkan anak ke sekolah umum yang menyediakan fasilitas untuk anak berkebutuhan khusus bisa jadi pilihan untuk membiasakan anak hidup di tengah masyarakat.
"Tentu tidak ditinggalkan begitu saja, ada pendampingan dari sekolah atau orangtua," katanya.
Di sisi lain, teman-teman sebaya di sekolah juga harus diberi pemahaman agar tidak membeda-bedakan anak berkebutuhan khusus. Dessy mengatakan setiap anak sebaiknya diajari untuk menyadari bahwa semua orang bisa berkarya dan bermanfaat, termasuk anak autis.
(Baca juga: Festival kreativitas anak autis "Funtaustic" perdana digelar)
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017
Tags: