Athena (ANTARA News) - AC Milan mengangkat Piala Liga Champions setelah menang 2-1 atas Liverpool, Rabu (Kamis dinihari WIB), dan melangkapi kejayaan Italia yang merebut Piala Dunia tahun lalu. Mereka (tim nasional Italia dan Milan) mengikuti kompetisi di bawah bayang-bayang skandal pengaturan hasil pertandingan yang merusak reputasi dan posisi mereka di dunia. Seperti yang dikatakan para pemain timnas Italia pada Piala Dunia di Jerman bahwa mereka ingin menunjukkan citra berbeda akan negara mereka, pelatih Milan Carlo Ancelotti mengatakan pengurangan angka sebagai hukuman untuk klub itu justru menambah semangat juang mereka. Pada dua kasus itu, pasukan Italia tidak tampil dalam performa terbaik mereka namun kejam saat mendapat peluang dan dinaungi nasib baik saat dibutuhkan. Penalti saat "injury time" membuat Italia menang 1-0 atas Australia pada putaran kedua dan Andrea Pirlo, arsitek kejayaan negaranya di Piala Dunia, memanfaatkan tendangan bebas yang didapat pada menit ke-45 saat melawan Liverpool di Athena. Bola tendangan Pirlo berbelok arah setelah menyentuh badan Inzaghi, membuat kiper Jose Reina menjatuhkan diri ke arah yang salah dan bola pun masuk ke gawang Liverpool. Gelandang Terbaik Tendangan bebas itu didapat karena Xabi Alonso, yang sebenarnya adalah gelandang terbaik di lapangan malam itu, menjatuhkan Kaka. Sebuah pelanggaran yang mungkin akan diabaikan jika terjadi di Liga Utama Inggris. Hal itu terbukti menjadi titik balik pertandingan, menurunkan moral Liverpool dan membuat mereka maju menyerang dan hanya menyisakan sedikit pemain di belakang untuk mencoba menyamakan kedudukan pada babak kedua. Inzaghi, pemangsa di kotak penalti yang sangat berpengalaman, membuat Liverpool membayar kesalahan mereka pada menit ke-82, mengecoh Reina setelah menerima umpan terobosan yang bagus dari Kaka. Meskipun penyerang asal Belanda Dirk Kuyt memberi Liverpool gol menjelang pertandingan usai, namun Milan tidak mungkin terhalang untuk menuntaskan dendam mereka setelah kalah dari Liverpool pada final Liga Champions 2005 melalui adu penalti. Di Istanbul, Liverpool bangkit dari tertinggal 0-3 dan menyamakan kedudukan 3-3. Kali ini, Milan telah belajar dari pengalaman dan tidak ada lagi pengulangan di Athena, karena lini pertahanan yang dikomandoi bek veteran Paolo Maldini mampu menahan gempuran Liverpool. Maldini mengangkat piala untuk kelimakalinya, namun itu bukan hanya karena mereka kuat di belakang dan pemain depan mereka bisa menyelesaikan peluang. Kurang Menggigit Liverpool gagal menunjukkan serangan yang mengancam yang sebelumnya bisa membawa mereka lolos ke Stadion Olimpiade itu. Manajer Rafa Benitez sebenarnya telah membangun formasi 4-4-2 yang tangguh, dimana Kuyt menjadi ujung tombak ditemani Peter Crouch atau Craig Bellamy. Namun, menghadapi pola 4-5-1 Milan dan kekhawatiran kalah bertarung di lapangan tengah membuat Benitez memilih untuk hanya menggunakan penyerang tunggal, yaitu Kuyt, yang dibantu gelandang serang sekaligus kapten Steven Gerrard. Kapten Liverpool itu diakui sebagai salah satu pemain terbaik di Eropa, tetapi bahkan Gerrard sekalipun tidak bisa berperan sekaligus sebagai striker. Satu-satunya peluang yang didapatnya berhasil dimentahkan Dida pada menit ke-63 dan kehadirannya juga tidak begitu membantu serangan Liverpool, yang lebih banyak dimotori Jermaine Pennant dari sayap kanan. Boudewijn Zenden yang kurang akal, kecepatan atau serangan yang menggigit di kiri, digantikan Harry Kewell sebelum menit ke-60 namun Kewell pun kesulitan mengembangkan permainan. Titik cerah untuk Liverpool baru datang pada saat-saat akhir ketika Crouch masuk dan tendangannya masih bisa ditepis Dida. Namun itu sudah sangat terlambat untuk Liverpool dan harus mengakui keunggulan Milan yang dibangun dari pengalaman mereka, baik dan buruk, dalam beberapa tahun terakhir. Milan pun merebut piala Champions mereka yang ketujuh, demikian laporan Reuters.(*)