Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin sore, bergerak menjadi Rp13.339 per dolar Amerika Serikat (AS), menguat tipis dibanding posisi sebelumnya.

"Data inflasi Indonesia bulan Juni yang cukup terkendali menjadi salah satu faktor yang memicu rupiah bergerak di area positif," ujar analis Monex Investindo Futures, Putu Agus Pransuamitra di Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi pada Juni 2017 mencapai 0,69 persen. Dengan demikian laju inflasi tahun kalender Januari-Juni 2017 telah mencapai 2,38 persen dan inflasi dari tahun ke tahun (yoy) tercatat sebesar 4,37 persen.

Kendati demikian, lanjut dia, fluktuasi mata uang rupiah terbilang cukup tinggi di rentang Rp13.300-Rp13.330 per dolar AS. Hal itu dikarenakan masih terbukanya potensi kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Fed Fund Rate).

Ia mengatakan bahwa Bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang tetap optimistis suku bunga acuannya akan kembali naik satu kali lagi di tahun ini masih menjadi sentimen positif bagi dolar AS, sehingga tekanan dolar AS cenderung rendah.

"Meski dolar AS sedang mengalami tekanan terhadap mata uang negara maju, namun terhadap mata uang negara-negara berkembang atau emerging market dolar AS cenderung masih bisa membuka peluang menguat," katanya.

Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan bahwa The Fed memang sudah menaikkan suku bunga acuannya, dan ditargetkan akan naik satu kali lagi. Namun, itu dibarengi oleh pesimisme terhadap target inflasi.

Di saat yang bersamaan, lanjut dia, keraguan terhadap stimulus fiskal Presiden AS Donald Trump semakin meredup setelah Senat Amerika Serikat menunda pengesahan Undang-Undang Kesehatan.

"Hal itu menjadi salah stau faktor yang membuat dolar AS mengalami tekanan," katanya.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin ini (3/7) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah ke posisi Rp13.325 dibandingkan hari sebelumnya (Jumat, 30/6) Rp13.319 per dolar AS.