Kota Vatikan (ANTARA News) - Paus Benediktus XVI hari Senin di Vatikan menyerukan dengan sangat bagi pemulihan ketertiban umum di Timor Timur (Timtim) saat menerima surat kepercayaan dutabesar baru negara itu untuk Tahta Suci. Paus mendesak yang berwewenang melakukan segalanya, yang mungkin, untuk memulihkan ketenteraman umum dan mengembalikan keamanan warga dalam kehidupan sehari-hari mereka, kata pernyataan Vatikan. Dengan berbicara dalam bahasa Portugal, Sri Paus menyesalkan kegawatan parah di negara itu sementara memuji kematangan warga negara Timor Timur, yang secara besar-besaran memberikan suara pada pemilihan presiden hari Rabu lalu. Pemilih di bekas jajahan Portugal dengan sebagian besar warganya beragama Katolik itu memberikan kemenangan besar kepada peraih Nobel Perdamaian Jose Ramos-Horta, tapi kekerasan maut meledak hanya beberapa jam sesudah presiden baru diambil sumpahnya pada Minggu di ibukota Dili. Satu orang tewas dalam bentrokan di antara dua kelompok bakulempar batu itu. Timor Timur kacau pada Mei tahun lalu sesudah 600 tentara pembelot dipecat, yang memicu bakutembak di antara unsur tentara dan di antara polisi. Kekerasan itu memburuk menjadi bentrokan komplotan, yang menewaskan 37 orang tewas dan memaksa 150.000 lagi larik dari rumah mereka dalam ketakutan. Tentara penjaga perdamaian pimpinan Australia ditempatkan setelah kerusuhan itu untuk memulihkan keamanan, tapi kekerasan, khususnya yang melibatkan kelompok pemuda, berlanjut. Paus menyatakan berharap pemimpin terpilih membaktikan diri pada "demokratisasi masyarakat secara berangsur-angsur". Benediktus mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan lain antarbangsa "tidak meninggalkan" Timor Timur "dalam tahap penggalangan bangsa ini". Yang digantikan dan sekutu dekat Ramos-Horta, Xanana Gusmao, akan ikut dalam pemilihan pada Juni untuk jabatan sangat kuat, perdana menteri. Buron pemimpin pemberontak Timor Timur, Mayor Alfredo Reinado, yang lolos dari pengejaran pasukan antarbangsa menyetujui sebagian besar syarat bagi penyerahannya, kata pengacaranya pekan lalu. Reinado, yang dikecam karena perannya dalam kerusuhan berdarah tahun lalu di negara yang baru itu, menginginkan penghentian secara tetap gerakan tentara terhadap dia dan pengikut setia padanya, kata pengacaranya. "Klien kami siap menyerahkan senjatanya dan menghadapi pemeriksaan pengadilan, tapi gerakan tentara dan polisi terhadapnya harus dihentikan," kata Benevides Barros Correla kepada kantor berita Prancis AFP, "Dialog harus dimulai secepat mungin." Reinado mengutarakan rincian tentang penyerahan itu dalam sepucuk surat lain kepada Xanana, yang telah bersurat menyurat dengan buron itu dalam usaha menjamin penyerahannya tanpa pertumpahan darah. Ia juga menyatakan menyetujui saran mengizinkan Uskup Dili Alberto Ricardo da Silva menengahi dengan wewenang pada langkah ahir untuk menyerah. Tidak jelas yang akan terjadi setelah ia menyerah, kendati ia mengatakan ingin menghadapi "peradilan". Reinado melarikan diri sejak pasukan pimpinan Australia menyerang tempat persembunyiannya di gunung pada Maret lalu. Lima pendukung bersenjatanya tewas dalam gerakan gagal itu, yang memicu kecaman pendukungnya. Ia sebelumnya antara lain disalahkan atas kerusuhan tahun lalu setelah bersama 600 tentara lain meninggalkan tugas dengan alasan dianak-tirikan. Pemerintah menyetujui pengejaran itu pada Februari lalu setelah Reinado menyerang beberapa pos polisi dan melarikan senjatanya. (*)