Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai "perseteruan" DPR melalui Pansus Hak Angket DPR dan KPK yang terjadi saat ini karena masing-masing sedang menjalankan tugasnya.

"Tidak ada masalah. Saya kira masing masing menjalankan tugasnya dengan baik," kata Jusuf Kalla usai menghadiri acara buka bersama Presiden dengan anggota Polri di Stadion Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta, Selasa.

Jusuf Kalla mengatakan DPR dalam tugasnya memiliki hak, salah satunya adalah hak angket dan KPK menjalankan Undang-undang yang dibikin oleh DPR.

"Bahwa ada evaluasi, ya setiap lembaga yang sudah berjalan perlu terus menerus dievaluasi," kata Jusuf Kalla.

Wapres mengatakan yang membuat UU itu di DPR dan jika wakil rakyat ini mengevaluasi UU yang dibuatnya, tidak berarti mengurangi haknya.

"Mungkin ada hal yang lebih tinggi disesuaikan, itu hak DPR dari sisi pembuat UU. Pemerintah tentu menjaga tujuan utamanya pemberantasan korupsi tetap jalan tapi evaluasi perlu dilakukan," katanya.

Wapres mengatakan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berarti melemahkan kewenangan lembaga antirasuah ini.

"Evaluasi UU, DPR kan berhak membikin UU, mengevaluasi UU itu hak DPR dan pemerintah. Silakan tapi itu bukan berarti melemahkan KPK," katanya.

Hal ini diungkapkan Wapres menjawab pertanyaan wartawan terkait "perseteruan" DPR melalui Pansus Hak Angket yang ingin mendatangkan mantan anggota Komisi II dari Fraksi Partai Gerindra Miryam S Haryani dalam rapat Pansus pada Senin, namun KPK tidak mengabulkannya.

KPK menilai pemanggilan orang sedang diproses dalam penyelidikan dan penyidikan oleh Pansus Hak Angket berpotensi menghalang-halangi penyidikan tindak pidana korupsi.

"Kami sudah mengirim surat, KPK beranggapan ini adalah menyangkut tentang penyelidikan kasus. Jadi ada potensi obstruction of justice atau menghalangi penuntasan kasus," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, Senin (19/6) malam.

Sedangkan Pansus Hak Angket tetap akan mendatangkan Miryam dengan pemanggilan paksa karena hal tersebut diatur dengan Pasal 204 ayat 3 UU MD3 yang menyebut Panitia Angket dapat melakukan pemanggilan secara paksa dengan bantuan kepolisian.

"Tentu Kami memahami ketentuan yang berlaku, namun demikian hal tersebut tidak serta merta pihak kepolisian tidak dapat membantu Pansus Angket untuk memanggil Miryam," kata Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Risa Mariska di Jakarta, Selasa.

Karena itu dia menilai Polri tetap bisa memanggil paksa Miryam S Haryani demi kepentintan rapat Pansus, meski ketentuan itu tidak diatur dalam KUHAP.

Dia menjelaskan berdasarkan ketentuan Pasal 204 tersebut, Kepolisian hanya membantu dan memfasilitasi pemanggilan tersebut serta Kapolri Jenderal Tito Karnavian harus mengeluarkan Peraturan Kapolri terkait pemanggilan paksa Miryam jika tidak diizinkan KPK selama tiga kali.