Pemudik pilih kapal laut karena murah
20 Juni 2017 18:30 WIB
Sejumlah penumpang turun dari KM Labobar yang bertolak dari Pelabuhan Balikpapan saat tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (18/6/2017). (ANTARA FOTO/Moch Asim)
Surabaya (ANTARA News) - Sebagian besar pemudik dalam KM Ciremai yang didominasi keluarga mengaku lebih memilih pulang ke kampung dengan kapal karena harga tiket murah.
Pernyataan itu disampaikan salah satunya oleh Andi Syamsiddar (45) yang menaiki kapal bersama istrinya, Neneng (36) dan tiga orang anaknya, Andre (20), Andra (9), dan Andrin (7).
"Dibanding naik pesawat yang harga tiketnya bisa mencapai jutaan rupiah per kepala, naik kapal tidak sampai setengah juta sampai Makasar," kata Andi, pria asal Sengkang, Sulawesi Selatan yang ditemui dalam KM Ciremai bersama keluarganya.
Ia menambahkan, pilihan mudik naik kapal tahun ini juga demi memenuhi keinginan anak-anaknya.
"Anak-anak suka naik kapal laut karena ada pemandangan berbeda yang mereka lihat. Bangun pagi mereka langsung ke dek, melihat matahari pagi dan ombak," kata Neneng.
Namun persoalannya, mudik menggunakan kapal laut memang menyita waktu.
"Naik pesawat memang lebih cepat, tetapi tidak melihat apa-apa. Anak-anak suka melihat pemandangan berbeda," tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Andi mengapresiasi pelayanan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) yang dinilai telah membaik.
"Dulu waktu mudik 2011, keadaannya kurang teratur, sampah berserakan, banyak laporan pencurian, kasur harus beli, dan makanannya, mohon maaf, satu tingkat di atas panganan penjara," kata Andi ke Antara.
"Namun saat ini, situasinya jauh lebih baik. Semua penumpang dapat kasur, dan kami tidak perlu membayar, makanannya enak dan layak," kata Andi seraya menambahkan sampah sudah tidak lagi bertebaran seperti pelayaran enam tahun lalu.
"Sekarang tiap pagi ada petugas yang mengangkut sampah," tambahnya.
Berdasarkan pengamatan Antara dalam KM Ciremai, setiap pagi petugas rutin dikerahkan untuk membersihkan seluruh wilayah dalam kapal dan melakukan perawatan, seperti pengecatan.
"Upaya tersebut dilakukan demi meningkatnya kenyamanan penumpang selama pelayaran arus mudik tahun ini," kata Humas Pelni Akhmad Sujadi saat dihubungi via telepon di Jakarta.
Alhasil saat ini, menurut La Ode Amiruddin (45), seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), suasana naik kapal sudah terasa nyaman.
Kondisi itu pun memungkinkan pria itu membawa istrinya, Marlina (36), dan dua orang anaknya, La Ode Restu (14) dan Mirna (10) untuk turut serta mudik ke Bau-Bau, Sulawesi Tenggara.
"Alasan kami memilih naik kapal sederhana, tiket murah dan tidak perlu ribet transit memindahkan barang, cukup naik sekali dan tiba di Bau-Bau," kata Amiruddin.
Ada pengalaman unik juga saat berpuasa di atas kapal, kata Amiruddin.
"Kami diajarkan untuk bisa bersabar dan toleran juga, karena di sini banyak yang tidak berpuasa," tambahnya.
Meski demikian, di balik banyak perbaikan yang telah dibuat Pelni, masih ada sejumlah hal yang perlu dibenahi.
"Buat saya kendalanya satu, toilet, dari tahun ke tahun itu saja yang belum ada perbaikan," kata Andi.
Saran yang sama pun disampaikan oleh Yuli, ibu dari dua anak yang akan turun di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
"Terkadang, banyak penumpang tidak memperhatikan kebersihan toilet. Dan, siang ini juga pasokan air tawar dihentikan, jadi sulit buat kami yang ingin menggunakan kamar mandi," katanya.
Mualim III KM Ciremai Effendy saat ditemui dalam kapal mengatakan, pihak Pelni akan terus berusaha mengatasi masalah toilet dan pasokan air tawar tersebut.
"Tentunya kami akan terus berusaha memenuhi kebutuhan penumpang, khususnya mengenai urusan kakus (toilet) dan ketersediaan air tawar," kata Effendy.
Pernyataan itu disampaikan salah satunya oleh Andi Syamsiddar (45) yang menaiki kapal bersama istrinya, Neneng (36) dan tiga orang anaknya, Andre (20), Andra (9), dan Andrin (7).
"Dibanding naik pesawat yang harga tiketnya bisa mencapai jutaan rupiah per kepala, naik kapal tidak sampai setengah juta sampai Makasar," kata Andi, pria asal Sengkang, Sulawesi Selatan yang ditemui dalam KM Ciremai bersama keluarganya.
Ia menambahkan, pilihan mudik naik kapal tahun ini juga demi memenuhi keinginan anak-anaknya.
"Anak-anak suka naik kapal laut karena ada pemandangan berbeda yang mereka lihat. Bangun pagi mereka langsung ke dek, melihat matahari pagi dan ombak," kata Neneng.
Namun persoalannya, mudik menggunakan kapal laut memang menyita waktu.
"Naik pesawat memang lebih cepat, tetapi tidak melihat apa-apa. Anak-anak suka melihat pemandangan berbeda," tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Andi mengapresiasi pelayanan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) yang dinilai telah membaik.
"Dulu waktu mudik 2011, keadaannya kurang teratur, sampah berserakan, banyak laporan pencurian, kasur harus beli, dan makanannya, mohon maaf, satu tingkat di atas panganan penjara," kata Andi ke Antara.
"Namun saat ini, situasinya jauh lebih baik. Semua penumpang dapat kasur, dan kami tidak perlu membayar, makanannya enak dan layak," kata Andi seraya menambahkan sampah sudah tidak lagi bertebaran seperti pelayaran enam tahun lalu.
"Sekarang tiap pagi ada petugas yang mengangkut sampah," tambahnya.
Berdasarkan pengamatan Antara dalam KM Ciremai, setiap pagi petugas rutin dikerahkan untuk membersihkan seluruh wilayah dalam kapal dan melakukan perawatan, seperti pengecatan.
"Upaya tersebut dilakukan demi meningkatnya kenyamanan penumpang selama pelayaran arus mudik tahun ini," kata Humas Pelni Akhmad Sujadi saat dihubungi via telepon di Jakarta.
Alhasil saat ini, menurut La Ode Amiruddin (45), seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), suasana naik kapal sudah terasa nyaman.
Kondisi itu pun memungkinkan pria itu membawa istrinya, Marlina (36), dan dua orang anaknya, La Ode Restu (14) dan Mirna (10) untuk turut serta mudik ke Bau-Bau, Sulawesi Tenggara.
"Alasan kami memilih naik kapal sederhana, tiket murah dan tidak perlu ribet transit memindahkan barang, cukup naik sekali dan tiba di Bau-Bau," kata Amiruddin.
Ada pengalaman unik juga saat berpuasa di atas kapal, kata Amiruddin.
"Kami diajarkan untuk bisa bersabar dan toleran juga, karena di sini banyak yang tidak berpuasa," tambahnya.
Meski demikian, di balik banyak perbaikan yang telah dibuat Pelni, masih ada sejumlah hal yang perlu dibenahi.
"Buat saya kendalanya satu, toilet, dari tahun ke tahun itu saja yang belum ada perbaikan," kata Andi.
Saran yang sama pun disampaikan oleh Yuli, ibu dari dua anak yang akan turun di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
"Terkadang, banyak penumpang tidak memperhatikan kebersihan toilet. Dan, siang ini juga pasokan air tawar dihentikan, jadi sulit buat kami yang ingin menggunakan kamar mandi," katanya.
Mualim III KM Ciremai Effendy saat ditemui dalam kapal mengatakan, pihak Pelni akan terus berusaha mengatasi masalah toilet dan pasokan air tawar tersebut.
"Tentunya kami akan terus berusaha memenuhi kebutuhan penumpang, khususnya mengenai urusan kakus (toilet) dan ketersediaan air tawar," kata Effendy.
Pewarta: Genta TM
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: