Jakarta, 21/5 (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (Ditjen PLS) berencana mengadakan pertukaran ahli pendidikan nonformal dengan Pusat Pendidikan Nonformal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) Timor Leste. "Ahli-ahli dari Indonesia direncanakan akan dikirim ke Timor Leste dan sebaliknya perwakilan dari Timor Leste akan dimagangkan di Indonesia untuk mendalami cara memberantas buta aksara," kata Direktur Pendidikan Masyarakat Ditjen PLS Depdiknas, Sujarwo Singowidjojo usai menerima kunjungan delegasi Pusat Pendidikan Non Formal Timor Leste di Jakarta, Senin. Ia mengatakan, dalam pertemuan awal antara Indonesia dan Timor Leste diharapkan ada tindak lanjut di bidang pendidikan nonformal, baik buta huruf, kursus, maupun kesetaraan. "Saat ini, di Timor Leste belum ada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sehingga potensial untuk bisa membantu saudara kita yang ada di Timor Leste, supaya lebih berkembang lagi," kata Sudjarwo. Program kerjasama bidang pendidikan nonformal ini diprakarsai oleh Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa atau United Nations Development Programme (UNDP). Menurut dia, perbedaan bahasa tidak menjadi rintangan, karena metodologi yang digunakan untuk memberantas buta aksara cara-caranya sama. Salah satu metodenya dengan pendekatan bahasa ibu, bahasa Tetun. "Dulu saya petugas pelaksana siaran radio pendidikan dengan Bahasa Tetun untuk mengajari orang Timor-Timur belajar Bahasa Indonesia," katanya. Selain pendekatan menggunakan bahasa ibu untuk memberantas buta aksara, lanjut Sujarwo, dikembangkan bahan bacaan supaya lebih sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan tingkat intelektualitas warga setempat. "Misalnya ada yang buta huruf murni drop out kelas satu dan dua tentu berbeda pendekatannya. Untuk usia sekolah tapi tidak sekolah, maka diberantas dulu dengan buta huruf, setelah itu baru masuk ke program kesetaraan," katanya. Perwakilan Pendidikan Nonformal Depdikbud Timor Leste, Adalfredo de Almeida menyatakan, pendidikan nonformal pada awal tahun 2000 masih belum diakui oleh pemerintah, tapi setelah tahun 2002 sudah mulai diakui. "Pendidikan Nonformal diprioritaskan untuk memberantas buta huruf di Timor Leste," katanya. Lebih lanjut Adalfredo mengungkapkan sedikitnya 70 persen penduduk Timor Leste masih di bawah garis kemiskinan. Hal ini, disebabkan masih banyaknya penderita buta huruf. "Kami sangat mengharapkan dukungan dari pihak lain. Saat ini merupakan salah satu kesempatan baik untuk dapat pengalaman dan kontribusi dari rekan-rekan dari Indonesia, khususnya di bidang pendidikan nonformal agar kami bisa melanjutkan dan mengembangkan pendidikan nonformal di Timor Leste," ujarnya.(*)