Sekolah seharian tidak bisa diterapkan keseluruhan
13 Juni 2017 13:43 WIB
Dokumentasi murid kelas 1 SD Inpres Yowong, menyimak penjelasan gurunya, di Distrik Arso Barat, Kabupaten Keerom, Papua, Selasa (2/5/2017). SD itu terdiri dari lima ruangan yakni empat ruang kelas dan satu ruang guru dengan jumlah murid 29 orang yang diajar 12 guru PNS dan kontrak. (ANTARA FOTO/Indrayadi TH)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerhati pendidikan, Indra Charismiadji, mengatakan, penerapan sekolah seharian atau delapan jam yang tertuang dalam Program Penguatan Karakter (PPK) tidak cocok diterapkan di seluruh daerah.
"Hanya cocok untuk perkotaan, yang orang tua mereka bekerja delapan jam sehari," ujar dia, di Jakarta, Selasa.
Pada pelaksanaan PPK itu, siswa belajar selama delapan jam di sekolah. Sedangkan sekolahnya berlangsung selama lima hari dalam sepekan.
Sementara untuk di pedesaan, program penguatan karakter yang lebih tepat yakni berbasis kearifan lokal seperti pertanian, peternakan dan kelautan.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia, Unifah Rasyidi, mengatakan, sekolah lima hari harus dipersiapkan secara matang.
"Kalau tanpa persiapan yang matang, akan menimbulkan reaksi yang beragam dan cenderung tidak positif," kata dia.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah membentuk tim khusus untuk mendialogkan secara serius kebijakan ini dengan pemerintah daerah dan berbagai pihak yg relevan.
Pemerintah perlu menyiapkan panduan, selanjutnya implementasinya serahkan kepada pemerintah daerah karena mereka yang paling tahu, paling mengerti, dan paling memahami kondisi daerah masing-masing.
"Kementerian Pendidikan juga perlu mengajak dialog secara khusus dengan penyelenggara sekolah berbasis agama telah menyelenggarakan pendidikan pada siang hari selepas sekolah umum," kata dia.
"Hanya cocok untuk perkotaan, yang orang tua mereka bekerja delapan jam sehari," ujar dia, di Jakarta, Selasa.
Pada pelaksanaan PPK itu, siswa belajar selama delapan jam di sekolah. Sedangkan sekolahnya berlangsung selama lima hari dalam sepekan.
Sementara untuk di pedesaan, program penguatan karakter yang lebih tepat yakni berbasis kearifan lokal seperti pertanian, peternakan dan kelautan.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia, Unifah Rasyidi, mengatakan, sekolah lima hari harus dipersiapkan secara matang.
"Kalau tanpa persiapan yang matang, akan menimbulkan reaksi yang beragam dan cenderung tidak positif," kata dia.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah membentuk tim khusus untuk mendialogkan secara serius kebijakan ini dengan pemerintah daerah dan berbagai pihak yg relevan.
Pemerintah perlu menyiapkan panduan, selanjutnya implementasinya serahkan kepada pemerintah daerah karena mereka yang paling tahu, paling mengerti, dan paling memahami kondisi daerah masing-masing.
"Kementerian Pendidikan juga perlu mengajak dialog secara khusus dengan penyelenggara sekolah berbasis agama telah menyelenggarakan pendidikan pada siang hari selepas sekolah umum," kata dia.
Pewarta: Indriani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017
Tags: