Kebumen (ANTARA News) - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy (Romi) menilai diskursus atau wacana tentang dasar negara yang kembali menghangat belakangan ini sebaiknya diakhiri dan energi negara dikonsentrasikan untuk hal yang lebih produktif.
"Kalau kita berkutat dengan dasar negara terus, kapan mulai mengerjakan yang konkret. Masalah utama kita itu kemiskinan, ketimpangan, dan lapangan kerja," katanya di Kebumen, Jawa Tengah, Senin.
Tampil sebagai pembicara dalam kuliah umum "Dinamika hubungan agama dan NKRI dalam perspektif Islam" di Universitas Maarif Nahdlatul Ulama (UMNU), Romi menegaskan bahwa diskursus tentang agama dan negara sudah selesai dan tidak perlu dibuka lagi.
Menurut dia, para pendiri bangsa telah mewariskan negara yang majemuk sebagai negara yang berketuhanan, bukan negara agama, dengan Pancasila sebagai pengikat atau pemersatu.
"Jadi, Pancasila ini kalimatun sawa, titik temu, pemersatu sebagaimana Piagam Madinah yang mempersatukan klan, kabilah, agama di Madinah era Rasulullah SAW dulu," katanya. (Baca juga: Mahfud MD: Indonesia sudah sepakat khilafah Pancasila)
Sebagai ahli waris yang baik, dikemukakannya, maka generasi sekarang harus menjaga sekaligus mengembangkan warisan itu, bukan justru merusaknya.
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu pun, dinilainya, sudah melalui proses yang panjang dan melibatkan tokoh-tokoh Islam yang memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran Islam.
"Kalau dipermasalahkan terus ya tidak akan pernah selesai. Negara yang lain sudah ke mana-mana, kita masih saja berkutat di dasar," katanya.
Romi mengakui tidak mungkin melarang orang mempersoalkan ideologi negara sepanjang dalam tataran wacana.
Namun demikian, ia menyatakan, setidak-tidaknya bisa diminimalisir sehingga tidak sampai menjadi gangguan.
"Ideologi selain Pancasila, bukan hanya yang berbasiskan agama saja, jangan diberi panggung," demikian Muhammad Romahurmuziy.
Romi: Akhiri diskursus tentang dasar negara
12 Juni 2017 15:12 WIB
Muhammad Romahurmuziy (Romi). (ANTARA FOTO/Aji Styawan)
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017
Tags: