Menkeu minta masyarakat tidak lakukan pecah saldo
10 Juni 2017 01:15 WIB
Konpres Menkeu. Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) didampingi Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo (kanan) dan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi (kiri) memberikan keterangan mengenai keterbukaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, di Jakarta, Jumat (9/6/2017). Kementerian Keuangan menjamin bahwa akses informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak hanya untuk kepentingan perpajakan dan dipergunakan untuk mengejar wajib pajak kelas kakap bukan untuk UMKM ataupun masyarakat menengah ke bawah. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan masyarakat tidak memecah saldo ke beberapa rekening bank dan melakukan hal-hal tidak perlu lainnya, dalam menghadapi era pertukaran data secara otomatis untuk kepentingan perpajakan.
"Kami imbau, kalau cinta dengan RI, patuhlah," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani mengakui bisa saja ada golongan masyarakat yang khawatir dengan era baru ini, sehingga melakukan berbagai upaya, termasuk dengan memecah saldo, agar lembaga keuangan kesulitan untuk memantau data perbankan tersebut.
Namun, ia menegaskan hal itu percuma untuk dilakukan sebagai upaya menutup-nutupi akses karena otoritas pajak mempunyai cara untuk memantau data milik Wajib Pajak.
"Meski anda pecah-pecah dan kami merasa harus memeriksa, kami akan tetap bisa meminta data ke perbankan," kata Sri Mulyani yang menyakini masyarakat akan merespon positif kebijakan ini.
Sri Mulyani memastikan era keterbukaan informasi merupakan momentum untuk pembenahan dalam bidang perpajakan, agar para Wajib Pajak menjadi lebih patuh dan sadar terhadap kewajibannya.
"Kami tidak menakut-nakuti dan tidak berpikir negatif. Kami hanya mengikuti tugas konstitusi. Kalau belum membayar, kami ingatkan untuk membayar pajak," tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi memastikan otoritas pajak mempunyai cara untuk memantau apabila ada masyarakat yang memecah saldo ke berbagai rekening.
"Misalnya kamu pecah Rp1 miliar itu, di bank A, bank B, dan bank C, masing-masing Rp200 juta, tapi kalau nama dan alamatnya tetap sama, ya tetap kena," katanya.
Ken memastikan pihaknya akan berprasangka baik terhadap Wajib Pajak, apalagi pertukaran data secara otomatis ini dilakukan hanya sebagai data pelengkap, bukan untuk memajaki masyarakat.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Ketentuan hukum ini diperlukan karena Indonesia akan menghadapi era keterbukaan informasi keuangan mulai 2018 untuk keperluan kerja sama perpajakan internasional (AEOI) yang siap diikuti oleh 140 negara di dunia.
Sebagai turunan dari Perppu tersebut, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang salah satunya menetapkan batas minimum nilai saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan lembaga keuangan secara otomatis kepada Direktorat Jenderal Pajak sebesar Rp1 miliar.
"Kami imbau, kalau cinta dengan RI, patuhlah," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani mengakui bisa saja ada golongan masyarakat yang khawatir dengan era baru ini, sehingga melakukan berbagai upaya, termasuk dengan memecah saldo, agar lembaga keuangan kesulitan untuk memantau data perbankan tersebut.
Namun, ia menegaskan hal itu percuma untuk dilakukan sebagai upaya menutup-nutupi akses karena otoritas pajak mempunyai cara untuk memantau data milik Wajib Pajak.
"Meski anda pecah-pecah dan kami merasa harus memeriksa, kami akan tetap bisa meminta data ke perbankan," kata Sri Mulyani yang menyakini masyarakat akan merespon positif kebijakan ini.
Sri Mulyani memastikan era keterbukaan informasi merupakan momentum untuk pembenahan dalam bidang perpajakan, agar para Wajib Pajak menjadi lebih patuh dan sadar terhadap kewajibannya.
"Kami tidak menakut-nakuti dan tidak berpikir negatif. Kami hanya mengikuti tugas konstitusi. Kalau belum membayar, kami ingatkan untuk membayar pajak," tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi memastikan otoritas pajak mempunyai cara untuk memantau apabila ada masyarakat yang memecah saldo ke berbagai rekening.
"Misalnya kamu pecah Rp1 miliar itu, di bank A, bank B, dan bank C, masing-masing Rp200 juta, tapi kalau nama dan alamatnya tetap sama, ya tetap kena," katanya.
Ken memastikan pihaknya akan berprasangka baik terhadap Wajib Pajak, apalagi pertukaran data secara otomatis ini dilakukan hanya sebagai data pelengkap, bukan untuk memajaki masyarakat.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Ketentuan hukum ini diperlukan karena Indonesia akan menghadapi era keterbukaan informasi keuangan mulai 2018 untuk keperluan kerja sama perpajakan internasional (AEOI) yang siap diikuti oleh 140 negara di dunia.
Sebagai turunan dari Perppu tersebut, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang salah satunya menetapkan batas minimum nilai saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan lembaga keuangan secara otomatis kepada Direktorat Jenderal Pajak sebesar Rp1 miliar.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017
Tags: