Jakarta (ANTARA News) - Fenomena pemakaian vape atau rokok elektrik belakangan mencuat terutama di kalangan anak muda Indonesia. Sekalipun tak menghasilkan asap berbau tembakau yang menusuk hidung layaknya rokok konvensional, vape disebut tetap menghasilkan uap berisi zat kimia berbahaya.
Kendati begitu, hingga kini belum ada aturan menyangkut etika vaping di muka umum di Indonesia. Lantas, perlukah aturan soal ini dibuat?
"Belum ada aturan vaping di Indonesia. Aturan tentang vape, menurut saya penting sekali, karena vaping memicu anak muda yang tadinya tidak merokok, menjadi merokok juga," ujar aktivis Smoke Free Agents, Hasna Pradityas kepada ANTARA News melalui pesan elektroniknya, Rabu.
Dia menilai sekalipun belum ada data valid menyoal pengguna vape di Indonesia, namun terjadi perkembangan signifikan. Hal ini berkaca pada pasar dan komunitas vaping di Indonesia bila ditilik melalui media sosial.
Salah satu penyebabnya belum ada pembatasan peredaran dalam wujud aturan mengenai vaping.
"Perkembangannya sudah naik terus di Indonesia, untuk kasus vaping. Saya melihat dari market dan komunitas vaping di media sosial. Karena memang belum dibatasi peredarannya," kata dia.
Vaping bisa hentikan kebiasaan merokok?
Sebagian pihak berpendapat vaping bisa menjadi cara berhenti atau setidaknya mengurangi ketergantungan pada rokok. Dede Juliandar salah satunya.
"Vape secara drastis menurunkan ketergantungan rokok. Mungkin karena bagi sebagian perokok terutama yang tidak tergantung (social smokers), hijrah ke vape itu lebih pas, di samping lebih kekinian juga praktis," kata dia dalam kesempatan berbeda.
Dede baru mencoba vape sekitar tiga bulan lalu. Menurut dia, setelah menggunakan vape, perokok tak akan kembali mencoba menggunakan rokok konvensional, karena ada sensasi rasa pahit.
"Kalau sudah pakai vape, cobain rokok rasanya pahit banget," kata dia.
Tetap mengandung nikotin
Di lain sisi, Hasna, mengaku tak sependapat. Menurut dia, cairan yang terkandung dalam vape mengandung nikotin, tak berbeda dengan rokok konvensional. Pengguna tetap saja tak menghentikan asupan nikotin masuk dalam tubuhnya.
"Saya tidak setuju vape jadi cara untuk berhenti merokok. Karena kebanyakan liquid vape juga ada nikotinnya, liquidnya pun ada bahan kimia juga. Bahaya untuk dikonsumsi," tutur dia.
Selain menilai perlunya aturan vaping di Indonesia, pada peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2017 ini Hasna berharap angka perokok remaja dan anak berkurang.
"Di HTTS 2017 ini, saya berharap berkurangnya angka perokok remaja dan anak di Indonesia, karena mereka adalah generasi penerus negara ini. Jangan sampai menjadi generasi yang tidak produktif karena asap rokok," kata dia.
Di samping itu, dia juga berharap Presiden Joko Widodo segera meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau.
"Saya berharap semakin banyak peraturan daerah kawsan tanpa rokok (KTR), dan iklan rokok di seluruh kota/kabupaten di Indonesia dan Presiden segera meratifikasi FCTC," pungkas dia.
(Baca juga: Kemenkeu belum kaji pengenaan cukai rokok elektrik dan vape)
Perlukah ada aturan etika vaping di Indonesia?
31 Mei 2017 14:45 WIB
Seorang pemakai rokok elektronik (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: