Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Trump memperluas larangan laptop yang telah berlaku saat ini terhadap semua penerbangan internasional ke dan dari Amerika Serikat.

Dalam sebuah wawancara dengan "Fox News Sunday", Sekretaris Keamanan Dalam Negeri John Kelly mengatakan bahwa maskapai penerbagan menghadapi "ancaman canggih" dari para teroris yang berusaha menjatuhkan penerbangan AS, meskipun dia menegaskan bahwa keputusan akhir untuk memperluas larangan tersebut belum dilakukan.

"Itu benar-benar hal yang membuat mereka terobsesi, para teroris: gagasan untuk menjatuhkan pesawat terbang, terutama jika itu adalah kapal induk AS, terutama jika pesawat itu dipenuhi warga AS," kata Kelly, Minggu (28/5).

Larangan elektronik yang diterapkan pada bulan Maret tersebut berlaku untuk penerbangan AS yang memiliki rute penerbangan ke delapan negara mayoritas Muslim.

Larangan tersebut melarang penumpang membawa perangkat yang "lebih besar dari smartphone" sebagai barang bawaan. Hal itu dilakukan untuk memperkecil potensi teror bom dalam pesawat.

Inggris telah mengeluarkan larangan serupa yang mencakup penerbangan dari enam negara.

Pejabat Amerika baru-baru ini bertemu dengan para pemimpin Eropa untuk membahas perluasan pembatasan perjalanan dalam penerbangan antara AS dan Uni Eropa.

Perluasan yang diusulkan tersebut dilaporkan masih dirahasiakan, meskipun para pejabat mengatakan akan ada "tindakan lain". Pekan lalu, Politico melaporkan bahwa maskapai AS masih bersiap untuk memperluas larangan terbang ke Eropa dan kemungkinan ke wilayah lainnya.

Perluasan yang diusulkan ke Eropa tersebut menuai kritik dari International Air Transport Association (IATA), yang pekan lalu mengatakan bahwa larangan tersebut akan menelan biaya tambahan 1,1 miliar dolar AS per tahun.

Direktur Jenderal IATA Alexandre de Juniac baru-baru ini meminta pejabat untuk mempertimbangkan "tindakan alternatif," termasuk alat deteksi bom yang lebih baik.

Dalam wawancara dengan "Fox News Sunday", Kelly mengakui bahwa AS akan mengandalkan "teknologi baru" untuk memperbaiki pemindai barang elektronik.

Dilaporkan bahwa setidaknya empat perusahaan yang memproduksi mesin skrining sedang mengerjakan alat pemindai yang lebih canggih untuk mendeteksi bahan peledak.

Jika alat pemindai tersebut digunakan, perusahaan mengatakan bahwa penumpang tidak perlu mengeluarkan barang elektronik dan cairan dari tas mereka selama proses skrining berlangsung, demikian The Verge.