Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore, bergerak melemah 32 poin menjadi Rp13.313 per dolar AS, setelah pada hari sebelumnya ditutup pada Rp13.281 per dolar AS.

"Di tengah eforia kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Standard & Poors (S&P), ledakan bom di Jakarta memberikan sentimen negatif walaupun hanya akan temporer di pasar keuangan," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta.

Menurut dia, eforia kenaikan peringkat utang Indonesia menjadi layak investasi oleh S&P masih akan menjaga rupiah untuk terhindar dari depresiasi yang terlalu dalam terhadap dolar AS.

Ia mengatakan bahwa sentimen S&P masih akan memberikan dampak positif pada pasar surat utang negara (SUN) di dalam negeri, dana asing masuk ke dalam negeri masih akan terus mengalir sehingga likuiditas dolar AS terjaga.

Di sisi lain, lanjut dia, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang "dovish" terhadap kenaikan suku bunga juga dapat menahan laju dolar AS untuk terapresiasi lebih tinggi.

Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menambahkan bahwa The Fed cenderung berhati-hati dalam memutuskan kenaikan suku bunganya karena dapat mempengaruhi ekonomi Amerika Serikat serta global.

Menurut dia, ekonomi AS masih dihadapkan pada upaya pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), mengatasi tingginya angka pengangguran, perbaikan dan pemulihan industri manufaktur, hingga upaya meningkatkan produktivitas.

"Berbagai tantangan itu dapat membuat The Fed akan berpikir ulang untuk menaikan suku bunganya karena harus menyelaraskan dengan kebijakan moneter dari sisi pemerintahan yang baru," katanya.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat ini mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp13.295 dibandingkan hari sebelumnya (Rabu, 24/5) Rp13.316 per dolar AS.