Umat beragama harus bersatu lawan radikalisme-terorisme
26 Mei 2017 16:44 WIB
Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) bersama Wakil Presiden, Jusuf Kalla (keempat kiri), Kepala BIN, Jenderal Polisi Budi Gunawan (kedua kiri), dan Wakil Kepala Kepolisian Indonesia, Komisaris Jenderal Polisi Syafruddin (kiri), meninjau lokasi ledakan bom di Terminal Kampung Melayu, Jakarta, Kamis (25/5/2017). (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta (ANTARA News) - Seluruh umat beragama di Indonesia harus bersatu, bekerja sama, dan terus menguatkan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam menghadapi ancaman intoleransi berupa radikalisme dan terorisme, kata Romo Agustinus Ulahayanan.
"Marilah kita bersama membangun jembatan dalam memperkuat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia itu di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan semua harus sepakat bahwa gerakan yang mengatasnamakan agama yang akan menghancurkan "jembatan perdamaian" antarumat beragama itu harus dihancurkan lebih dahulu.
"Terutama bagi pemuka agama, yang seharusnya terus menggaungkan kekuatan perbedaan dengan pemahaman agama yang benar, bukan malah berteriak mau menghancurkan satu sama lain," kata dia.
Menurut dia, untuk memperkuat pondasi NKRI dari serangan radikalisme terorisme perlu ada pendidikan agama dan karakter yang kuat, pendidikan Pancasila dan budi pekerti, serta pendidikan budaya dan nilai-nilai multikultural.
"Kita perlu membangun jembatan, bukan tembok, melalui pendidikan multikultural atau pendidikan lintas agama," kata Romo Agustinus.
Ketua Hubungan Antar Lembaga dan Komunikasi Publik Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, KS Arsana, menegaskan, terorisme bukan bagian dari agama karena semua agama mengajarkan manusia untuk menjadi lebih baik.
"Terorisme adalah tindakan kekerasan untuk kepentingan pelaku teror. Pelaku teror tidak memiliki agama karena agama apa pun tidak mengajarkan teror," tukasnya.
Menurut dia sejak dini anak-anak harus diajari tentang cinta kasih dan penghargaan terhadap perbedaan. Selain itu juga harus terus dibangun kesadaran bahwa manusia itu bersaudara.
Ia juga menekankan pentingnya komunikasi antarlembaga keagamaan dan umat beragama untuk menghilangkan kesalahpahaman maupun saling curiga.
"Majelis agama hendaknya tidak menjadi kerangkeng dalam agama kita sendiri. Majelis agama bisa bekerja sama dengan Kementerian Agama ke depan untuk masalah kemanusiaan," kata dia.
"Marilah kita bersama membangun jembatan dalam memperkuat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia itu di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan semua harus sepakat bahwa gerakan yang mengatasnamakan agama yang akan menghancurkan "jembatan perdamaian" antarumat beragama itu harus dihancurkan lebih dahulu.
"Terutama bagi pemuka agama, yang seharusnya terus menggaungkan kekuatan perbedaan dengan pemahaman agama yang benar, bukan malah berteriak mau menghancurkan satu sama lain," kata dia.
Menurut dia, untuk memperkuat pondasi NKRI dari serangan radikalisme terorisme perlu ada pendidikan agama dan karakter yang kuat, pendidikan Pancasila dan budi pekerti, serta pendidikan budaya dan nilai-nilai multikultural.
"Kita perlu membangun jembatan, bukan tembok, melalui pendidikan multikultural atau pendidikan lintas agama," kata Romo Agustinus.
Ketua Hubungan Antar Lembaga dan Komunikasi Publik Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, KS Arsana, menegaskan, terorisme bukan bagian dari agama karena semua agama mengajarkan manusia untuk menjadi lebih baik.
"Terorisme adalah tindakan kekerasan untuk kepentingan pelaku teror. Pelaku teror tidak memiliki agama karena agama apa pun tidak mengajarkan teror," tukasnya.
Menurut dia sejak dini anak-anak harus diajari tentang cinta kasih dan penghargaan terhadap perbedaan. Selain itu juga harus terus dibangun kesadaran bahwa manusia itu bersaudara.
Ia juga menekankan pentingnya komunikasi antarlembaga keagamaan dan umat beragama untuk menghilangkan kesalahpahaman maupun saling curiga.
"Majelis agama hendaknya tidak menjadi kerangkeng dalam agama kita sendiri. Majelis agama bisa bekerja sama dengan Kementerian Agama ke depan untuk masalah kemanusiaan," kata dia.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017
Tags: