Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengharapkan peringkat layak penanaman modal (investment grade) dari lembaga pemeringkat internasional Standard and Poors dapat menarik lebih banyak investasi langsung, khususnya investasi sektor produksi yang selama ini barang modalnya masih dipasok dari impor.

"Kami harapkan lebih banyak masuk untuk industrialisasi, sehingga dapat meningkatkan serapan tenaga kerja," ujarnya di Kantor Pusat BI, Jakarta, Senin.

Salah satu sektor produksi itu, menurut dia, adalah manufaktur agar barang modal industri dapat diproduksi di dalam negeri.

Agus mengatakan peringkat layak investasi (investment grade) dari S&P semakin menegaskan posisi Indonesia, setelah dua lembaga internasional lainnya, yakni Fitch dan Moody Service juga memberikan peringkat yang sama.

Dampak yang akan segera terasa, dikemukakan Agus, adalah derasnya aliran penanaman modal (investasi), baik investasi portofolio dan investasi langsung.

Investasi modal asing sejak Januari hingga awal Mei 2017 sudah masuk sekira Rp105 triliun.

Apalagi, menurut dia, perbaikan iklim investasi juga telah dibantu dengan reformasi struktural perekonomian yang sedang dijalankan pemerintah.

"Sektor riil juga sedang dibenahi oleh pemerintah. Selain itu, kepercayaan investor juga meningkat dengan reformasi anggaran fiskal pemerintah," ujarnya.

Selain meningkatkan investasi, Agus menilai, kenaikan peringkat S&P itu juga akan menurunkan beban biaya dana pemerintah (cost of borrowing) dalam menarik pendanaan, contohnya imbal hasil yang ditawarkan pemerintah melalui obligasinya dapat menurun karena Indonesia memperoleh kenaikan peringkat.

Pada Jumat akhir pekan lalu, S&P menaikkan peringkat surat utang Indonesia menjadi layak investasi dengan tingkat BBB- dari sebelumnya BB+, dan berprospek stabil (stable).

Naiknya peringkat utang Indonesia tersebut, antara lain karena berkurangnya risiko fiskal seiring lebih realistisnya postur anggaran pemerintah.

S&P menilai dengan postur anggaran fiskal yang lebih realistis, maka potensi melebarnya defisit anggaran dapat menurun secara signifikan.

"Langkah ini juga dapat mengurangi risiko peningkatan rasio utang pemerintah dan beban pembayaran bunga," demikian hasil kajian S&P.

S&P juga mempertimbangkan rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) yang berada dalam level moderat di kisaran 30 persen.