Banjarmasin (ANTARA News) - Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) bersama UPT Tahura Sultan Adam, Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan membangun kawasan habitat katak.

Penggagas konservasi katak di Kalimantan Selatan sekaligus pendiri Biodiversitas Indonesia, Ferry F. Hoesain di Banjarmasin, Minggu mengatakan ekosistem terdiri dari berbagai komponen yang tersusun dengan sempurna, dan setiap komponen memiliki perannya sendiri-sendiri, termasuk dalam hal ini katak.

"Dari sini terlihat jelas peran katak dalam sebuah ekosistem sangatlah penting, ia juga merupakan pengendali populasi serangga berbahaya. Untuk Pelestarian katak dan habitatnya, kami berusaha menggandeng berbagai pihak terkait untuk membangun kawasan konservasi katak di Kalsel," katanya.

Dia menjelaskan, belantara Kalimantan merupakan habitat utama bagi sejumlah spesies flora dan fauna, termasuk di dalamnya keragaman herpetofauna yang banyak di antaranya sangat langka, endemik, dan belum teridentifikasi.

Ada sekitar 436 spesies amfibi yang hidup di Indonesia, dan 20 persen merupakan hewan endemik Indonesia, 178 jenis diantaranya dapat dijumpai di Kalimantan bahkan 73 persen endemik , dan 10 persen berada dalam risiko kepunahan karena perubahan dan hilangnya habitat, pencemaran, penyakit, dan faktor lainnya.

Terdapat beberapa jenis katak langka dan unik yang ditemukan di hutan hujan Kalimantan.

Seperti Katak Pelangi yang pada tahun 2010 pernah ditetapkan sebagai Top 10 Most Wanted Lost Frogs (Sepuluh Katak Langka Paling Dicari) oleh SSC IUCN global Spesialis Amfibi dan Conservation International.

Katak pelangi ini terakhir pernah sekali terlihat pada tahun 1924. Hingga pada Juli 2011 ketika para peneliti menemukan kembali katak pelangi di pulau Kalimantan.

Begitu juga tentang penemuan kembali katak unik dan Katak langka tanpa paru-paru yang hidup di hutan Kalimantan berhasil didokumentasikan di Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya, Kalimantan Barat.

Spesies bernama Barbourula kalimantanensis yang pernah dinyatakan punah pada 1978.

Belum lagi salah satu spesies katak terkecil seperti Microhyla borneenis yang juga dapat dijumpai dikawasan Taman Hutan Raya Sultan Adam, Kalimantan Selatan, berdasarkan laporan hasil penelitian dari Pusat Sudi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) yang dipimpin Ferry F.Hoesain pada Mei 2017.

Perubahan iklim, rusaknya habitat dan perburuan merupakan merupakan momok yang mendorong terjadinya kepunahan masal bahkan menjadi 100 kali lebih cepat, sementara informasi mengenai objek-objek yang dikonservasi tersebut minim.

"Inilah yang dapat menyebabkan, spesies tersebut punah sebelum dipelajari atau bahkan ditemukan. Untuk itu perlu adanya upaya perlindungan bagi spesies-spesies hepertofauna yang ada, terlebih yang belum teridentifikasi dan terisolasi," jelas anggota tim peneliti katak dari Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia, Zainudin.

Untuk menjaga dan melestarikan keragaman jenis katak serta habitatnya, Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia akan membuat program perlindungan dan pelestarian kawasan habitat katak dilokasi tersebut bekerja sama dengan UPT Tahura Sultan Adam.

Dimulai dengan kegiatan, sosialisasi dan edukasi, perbaikan habitat serta melakukan kegiatan patroli kawasan, mengingat habitat katak tersebut berada dekat dengan kegiatan ekowisata dan hutan pendidikan.

Saat ini Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia bersama Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan dalam hal ini UPT Tahura Sultan Adam sedang merencanakan membangun kerja sama perlindungan kawasan habitat katak, mengingat Tahura Sultan Adam memiliki cukup banyak keragaman jenis katak," kata Ketua Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia, Amalia Rezeki.

Termasuk salah satu jenis katak terkecil seperti Microhyla borneensis, bahkan masih memungkinkan adanya spesies baru yang belum terungkap. Untuk itu kami masih terus melakukan penelitian katak di kawasan tersebut.

Katak merupakan salah satu indikator biologis kerusakan lingkungan. Hilangnya populasi katak di sebuah ekosistem menjadi indikator sederhana kerusakan lingkungan.

Taman Hutan Raya Sultan Adam sendiri secara geografis terletak didua kabupaten, yaitu kabupaten Banjar dan Tanah laut, Kalimantan Selatan yang luasnya sekitar 112.000 Ha dengan vegetasi tumbuhan khas hutan hujan tropika.

Oleh karena itu, tambahnya, kawasan ini menjadi habitat alami herpetofauna yang bagus, khususnya berbagai jenis katak yang unik dan langka seperti Microhyla borneensis, Kalophrynus baluensis, Chaperina fusca, Amnirana nicobariensis, Metaphrynella sundana, Philautus auriasciatus, Megophrys montana, Huia masonii, Limnonectes leporinus, Pseudobufo subasper, dan masih banyak lagi yang bisa kita jumpai di kawasan tesebut.