Jakarta (ANTARA News) - Analis forensik digital Ruby Alamsyah mengatakan bahwa serangan malware semacam Ransomware WannaCry masih akan mengancam piranti lunak jika masih banyak celah keamanan yang bisa ditembus.

"Tetap diwaspadai, ancaman virus kapan saja bisa terjadi dengan versi baru. Untuk itu penanganan WannaCry harus lebih hati-hati lagi," kata Ruby, ketika dihubungi di Jakarta, Sabtu.

Sebelumnya, dalam dua pekan terakhir serangan RansomWare telah merambah di lebih 200 negara. Bahkan Kementerian Kominfo menyatakan bahwa virus siber WannaCry telah menyerang 12 institusi di Indonesia.

Ruby yang juga anggota International High Technology Crime Investigation Association (HTCIA) ini menyarankan selain harus rajin menambal lubang melalui "update patch" yang disediakan penyedia sistem operasi, penanganan malware seperti ini juga harus diikuti manajemen infrastruktur jaringan yang andal.

"Gunakan fitur peralatan jaringan secara optimal. Banyak perusahaan yang beli switch mahal sampai puluhan juta rupiah, namun tidak dioptimalisasi. Tidak pakai virtual LAN, trafik tidak difilter dan dibiarkan default," tegasnya.

Potensi ancaman bisa semakin meluas, setelah mengincar fasilitas IT rumah sakit ada kemungkinan sektor lainnya seperti perbankan juga menjadi sasaran.

Khusus sektor perbankan di Indonesia cenderung lebih aman dari serangan Ransome WannaCry karena sudah memiliki sistem back-end yang kategori sistem operasi keamanan tinggi dan rutin diperbarui. "Sistem IT perbankan juga dalam isolated network atau tidak terhubung ke internet secara langsung, dan dilengkapi firewall perangkat keamanan TI lainnya," katanya.

Meski begitu menurutnya kalangan perbankan tetap waspada, pasalnya serangan siber lainnya akan sangat mungkin terjadi dalam waktu dekat.

"Melihat dari Ransomware WannaCry, kami analisa kemungkinan serangan serupa dari shadow broker ini akan terulang dan muncul versi baru lainnnya," ujarnya.

Berdasarkan bocoran bahwa saat ini baru satu yang digunakan yaitu penyebaran Ransomware yang menyasar SMB dari OS Windows.

"Sehingga ada indikasi serangan siber lainnya bisa menyasar sistem TI perbankan, meski diharapkan kabar tersebut tidak benar," katanya.

Sementara itu, praktisi dan akademisi IT dari Universitas Gunadarma, Akbar Marwan berpendapat bahwa sudah selayaknya perlu dibentuk semacam badan yang menangani serangan siber.

"Serangan siber bisa disebut sebagai bencana teknologi informasi, karena IT sudah merambah ke hampir semua lini kehidupan masyarakat," kata Marwan.

(T.R017/E001)