Jakarta (ANTARA News) - Indonesia meminta negara ASEAN lainnya mendukung pemberantasan penyelundupan tumbuhan dan satwa liar dan membentuk pusat pelatihan wildlife enforcement. Permintaan dukungan itu akan dilakukan pada pertemuan ASEAN Wildlife Law Enforcement Network (WEN) ke dua di Taman Safari, Bogor, tanggal 21-24 Mei 2007, kata Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Dephut, Tonny Suhartono, di Jakarta, Rabu. "Kita ingin menggunakan momentum sebagai tuan rumah pertemuan WEN untuk mempengaruhi negara lain. Apalagi, Indonesia selama ini dinilai terbaik dalam pelaksanaan perundangundangan yang terkait dengan perlindungan satwa dan tumbuhan liar," katanya. Selain itu, kata Tonny, delegasi Indonesia pada pertemuan itu juga akan mempromosikan Indonesia sebagai referensi dalam regulasi dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar di kalangan negara ASEAN. Pertemuan kedua itu rencananya akan dihadiri delegasi dari ASEAN dan pengamat dari Jepang, China, Hong Kong, Australia, AS, Nepal, dan lembaga internasional seperti UNODC, NAECTAF, USAID, WILDAID, TRAFFIC, INTERPOL, WCO RILO. Untuk meningkatkan hubungan aparat penegak hukum antar negar ASEAN dalam memberantas perdagangan tumbuhan dan satwa liar illegal, ASEAN WEN membentuk satuan tugas antar instansi penegak hukum di tingkat nasional, saling tukar informasi, dan kerjasama peningkatan kapasitas dalam penegakan hukum. Dari pemantauan ProFouna, omzet perdagangan satwa liar di Indonesia diperkirakan mencapai Rp9 triliun per tahun dengan 60 persennya berasal dari perdagangan mamalia. Beberapa sumber menyebutkan bahwa omzet perdagangan satwa liar dilindungi di dunia ini mencapai nilai 10-20 miliar dolar AS per tahun atau yang kedua tertinggi setelah perdagangan narkoba. Sayangnya, menurut ProFouna, rata-rata 40 persen satwa yang diperdagangkan secara illegal mengalami kematian selama proses perdagangan.(*)