Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjanjikan data maupun informasi keuangan nasabah dalam pelaksanaan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI) tidak akan disalahgunakan oleh pegawai pajak.

Sri Mulyani, dalam jumpa pers mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan di Jakarta, Kamis, memastikan tata cara pelaksanaan AEOI ini akan ditegaskan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan sebagai peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017.

"Saya meyakinkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa tata kelola Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka mengelola, mendapatkan informasi, prosedur dan protokol, maupun di dalam menggunakan informasi tersebut, akan diatur secara sangat ketat dalam Permenkeu, sehingga tujuan mendapatkan informasi pajak tidak disalahgunakan," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani memastikan tata kelola akan dijalankan dengan benar untuk kepentingan perpajakan sehingga para pegawai pajak yang akan mengakses data keuangan nasabah tidak menggunakan informasi tersebut untuk kepentingan pribadi maupun untuk menakuti-nakuti masyarakat.

"Kita akan menetapkan secara jelas, tata cara, protokol, tata kelola dan memastikan seluruh Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki akses informasi tersebut akan menjadi subyek disiplin internal sesuai peraturan perundang-undangan. Jadi informasi itu tidak digunakan untuk kepentingan pribadi atau untuk intimidasi," katanya.

Selain itu, Sri Mulyani mengatakan Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki kewenangan dalam mengakses informasi keuangan ini akan melakukan perbaikan sistem informasi agar sesuai standar internasional, yang dapat menjamin berlangsungnya pertukaran informasi dengan otoritas pajak negara lain.

"Kita memastikan bahwa sistem informasi, atau pertukaran informasi yang didapatkan, harus mengikuti protokol internasional. Jadi bukan tindakan perorangan petugas pajak. Format atau konten akan mengikuti ketentuan standar internasional, sehingga tidak menjadi subyek interpretasi petugas pajak," ungkapnya.

Sri Mulyani menambahkan pelaksanaan AEOI ini akan diperkuat dengan penegakan disiplin internal agar tidak terjadi penyalahgunaan informasi serta mempererat sistem pengaduan masyarakat (whistle blower system) di Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan.

"Saya meminta Kemenkeu untuk memperkuat whistle blower system dalam rangka memberikan wadah bagi masyarakat yang tidak nyaman atau mendapatkan perlakuan dari aparat Direktorat Jenderal Pajak yang tidak mematuhi disiplin dan tingkah laku yang ingin melakukan kepentingan sendiri," ujarnya.

Sri Mulyani mengharapkan peraturan turunan sebagai penguatan Perppu tentang akses informasi keuangan dari lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di perbankan, pasar modal, perasuransian untuk kepentingan perpajakan ini akan segera terbit paling lambat pada akhir Juni 2017.

Sebelumnya, Indonesia berkomitmen untuk ikut serta dalam implementasi AEOI mulai September 2018, dan karenanya harus membentuk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum 30 Juni 2017.

Untuk itu, Perppu yang berlaku sejak 8 Mei 2017 ini menjadi penting karena apabila peraturan hukum tidak terbit, Indonesia bisa dinyatakan sebagai negara gagal untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis, yang akan mengakibatkan kerugian signifikan.

Beberapa kerugian itu adalah menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai negara G20, menurunnya kepercayaan investor, dan berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional serta menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal.

Saat ini, dipastikan sebanyak 139 negara atau yuridiksi, diantaranya beberapa negara "surga pajak" (tax haven), telah berkomitmen untuk melakukan pertukaran informasi keuangan guna kepentingan perpajakan sebagai upaya menutup ruang penghindaran pajak.