Jakarta (ANTARA News) - KPK siap menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan oleh DPR bila lembaga legislatif itu jadi membentuk panitia khusus (pansus) hak angket.

"Hak angket itu kan haknya DPR kita kan tidak mungkin menolak, ya sudahlah biarkan mekanisme berjalan nanti, apa yang dikehendaki dan yang ingin diketahui oleh DPR nanti akan kita jawab sepanjang pertanyaan itu tidak melanggar koridor-koridor hukum," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Rabu.

Pada 28 April 2017 lalu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam rapat paripurna DPR menyetujui penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas KPK seperti diatur dalam UU No 30 tahun 2002 tentang KPK meski ada tiga fraksi yang menolak yaitu Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Demokrat dan Fraksi PKB.

Namun hingga hari ini, belum ada satupun fraksi yang menyerahkan daftar nama calon anggota pansus. Rapat Badan Musyawarah (Bamus) pada Kamis (18/5) sore akan membicarakan agenda untuk rapat paripurna pada Jumat (19/5) yaitu penyampaian hasil audit BPK.

Pada rapat Bamus tersebut, juga akan dibicarakan tindak lanjut usulan hak angket untuk kinerja KPK dan jika sampai rapat Bamus tidak ada fraksi-fraksi yang menyampaikan daftar nama anggotanya, maka usulan hak angket tersebut belum bisa ditindaklanjuti.

"Misalnya mereka menuntut supaya rekaman dibuka nah itu kan tidak mungkin, rekaman itu kan akan jadi alat bukti kami yang akan kami gunakan dalam persidangan, tidak mungkin kita buka di luar persidangan," ungkap Alexander.

Alexander juga yakin atas laporan hasil audit BPK terhadap KPK tidak ada masalah.

"Kita dengan auditor BPK sudah melakukan klarifikasi. Temuan-temuan BPK sudah kita tindak lanjuti jadi menurut kami temuan BPK sudah WTP (wajar tanpa pengecualian) jadi tidak ada persoalan kok. Artinya tidak ada materiil yang serius terkait dengam masalah keuangan di KPK," jelas Alexander.

Alexander juga tidak meminta agar hak angket itu dibatalkan.

"Saya tidak mengatakan (tidak usah dilanjutkan) seperti itu, tapi kan faktanya mereka kan sudah memutuskan adanya hak angket yang nantinya ditindaklanjuti dengan pansus, ya kita tunggu saja, kita kan tidak bisa menghentikan," ungkap Alexander.

Tapi ia mengaku bahwa bila hak angket hanya untuk mendapatkan bukti rekaman KPK, hal itu juga nantinya akan disampaikan di persidangan.

"Bukti rekaman itu kan akan jadi alat bukti di persidangan dan nanti akan kita buka dalam persidangan tapi forumnya bukan di DPR tapi di persidangan," tegas Alexander.

Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari karena KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP Elektronik.

Pada sidang dugaan korupsi KTP-E pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran KTP-E.

Nama-nama anggota Komisi III itu menurut Novel adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa Novel namanya.